METROPOLITAN – Pemkab Bogor mulai menata aksesibilitas dan fasilitas penunjang yang menjadikan Cibinong layak disebut ibu kota atau Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Kabupaten Bogor. PKW ini meliputi beberapa kecamatan, yakni Cibinong, Sukaraja, Babakanmadang, Citeureup, Bojonggede dan Tajurhalang.
Kepala Bidang Sarana dan PrasaranaBappedalitbang Kabupaten Bogor Ajat R Jatnika menuturkan, untuk menarik minat masyarakat maupun pelancong datang ke Cibinong, secara perlahan disiapkan perangkat pendukungnya. Mulai Sport City Center Pakansari, ikon Situ Front City, Transit Oriented Development (TOD) Susukan, hingga akses-akses jalan.
Konsep tersebut telah tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2016-2036. Namun, untuk menata Kota Cibinong, memerlukan aturan yang lebih rinci atau biasa disebut Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), yang kini sedang digodok, sebelum diajukan ke DPRD untuk dibahas. "Tahun 1995 kita punya RDTR. Namun, di-review terus hingga keluar Perda Nomor 11 Tahun 2016 tentang RTRW dan sampai sekarang belum ada lagi RDTR-nya," ujar Ajat.
Menurut Ajat, RDTR mengatur mengenai titik-titik pusat kegiatan masyarakat. Seperti lokasi pemukiman, pusat perekonomian, transportasi hingga ruang terbuka publik, bahkan hutan kota.
Awalnya memang Cibinong saja. Tapi seiring berjalan waktu, konsepnya meluas hingga ke beberapa kecamatan. Malah, nanti gerbang Cibinong itu direncanakan ada di Desa Susukan, Kecamatan Bojonggede. “Pembuatan Peraturan Daerah (Perda) RDTR ternyata tidak mudah. karna setiap ada perubahan pada peraturan terkait yang memiliki kedudukan lebih tinggi, maka pembahasan pun harus menunggu dan menyesuaikan aturan yang baru,”bebernya.
Sementara itu, Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Suryanto Putra mengatakan, kendala utama dalam penyusunan materi Perda RDTR cukup banyak. Jadi saat pembahasan belum tuntas, sudah ada aturan baru. RDTR Cibinong sebenarnya sudah disusun sejak 2009, namun ada penyesuaian materi teknis pada 2016 saat Perda RTRW direvisi. Selain itu, proses yang harus ditempuh pun banyak. Memerlukan persetujun gubernur, hingga pemerintah. "Kalau proses panjang, ya tidak masalah. Tapi, jika ada aturan direvisi, ini yang memakan waktu. Kita kehilangan banyak waktu,"tukasnya.
(ads)