Penyambutan ribuan pelajar Kota Bogor akan kedatangan Perdana Menteri (PM) China Li Keqiang di Istana Kepresidenan Bogor pada Senin (7/5).diprotes. Aktivis Pro Demokrasi (Prodem) menilai tak perlu melibatkan anak-anak di jam sekolah apalagi yang disambutnya sekretaris jenderal Partai Komunis China. Dalam waktu seminggu, Kota Bogor kedatangan dua tamu negara. Ribuan siswa sekolah baik tingkat SD hingga SMA diinstruksikan untuk tumpah ruah ke jalan protokol untuk menyambut kedatangan pawai iring-iringan tamu negara tersebut. Penyambutan terjadi pada jam-jam sekolah. Hal itu mengundang reaksi beragam dari masyarakat. “Tiap ada tamu negara, anak sekolah wajib sambut tamu dengan mengibarkan bendara negara yang bersangkutan, padahal itu jam sekolah. Minggu lalu Brunei, hari ini (kemarin, red) tamu dari China. Bisa dibayangkan jika yang datang adalah Sekjen Partai Komunis China. Lalu anak-anak wajib mengibarkan bendera palu arit? Para siswa dididik untuk jadi pintar, bukan buat jadi penyambut tamu atau lengser,” kata aktifis Prodem, Eeng Suhendi, kepada awak media, kemarin.
Pihaknya pun meminta Dinas Pendidikan (Disdik) kota Bogor untuk tidak mewajibkan sekolah-sekolah di seputaran Kebun Raya Bogor, ataupun seluruhnya, keluar menyambut tamu-tamu negara pada saat jam belajar. “Kecuali bila ada event seperti konferensi APEC. Disdik Kota Bogor atau kementrian pendidikan, harusnya lebih cerdas bagaimana memajukan anak-anak bangsa. Bukan bagaimana terlihat antusias menyambut tamu negara,” ketusnya.
Menanggapi hal itu, Pengamat Pendidikan Kota Bogor Bibin Rubini mengaku setuju dengan pendapat tersebut. Sebab, anak-anak sekolah sebaiknya tetap melaksanakan proses pembelajaran di waktu belajar. “Harusnya sih tidak ada yang mengganggu proses belajar mengajar di sekolah ya,” ucapnya kepada Metropolitan, kemarin.
Pria yang juga Rektor Universitas Pakuan Bogor ini berpendapat, institusi pendidikan boleh-boleh saja memberikan pendidikan kepada pelajar, soal ramah tamah dan cara menyambut tamu negara yang datang ke Indonesia, khususnya Kota Bogor. “Tapi kalau setiap tamu yang datang kemudian sekolah mesti kosong, kiranya bakal banyak orang tua yang keberatan ya. Penyambutan boleh dilakukan sekali-sekali saja, misalnya pertemuan para kepala negara seperti anggota APEC, dan sebagainya,” katanya.
Meskipun pada dasarnya, jika itu instruksi Presiden langsung, tidak bisa diganggu gugat. Namun jika kebijakan berada di Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor, perlu ada evaluasi sebab bisa mengganggu jalannya proses pembelajaran siswa di Kota Bogor. “Kalau perintah presiden mau bagaimana lagi? Tapi kalau itu adalah inisiatif dari Kadisdik, ya sebaiknya kedepan dikurangi jumlah siswa dan frekuensinya. Digilir dengan sekolah-sekolah lainnya,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Disdik Kota Bogor Fahrudin mengaku, penyambutan tamu negera tersebut sudah sesuai hasil rapat yang dipimpin Danrem. Pembagian tugas teknis diatur oleh masing-masing Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) berdasarkan hasil rapat dengan Disdik. Pria yang akrab disapa Fahmi ini juga menampik adanya anggaran khusus yang dialokasikan untuk penyambutan tamu negara oleh siswa dan guru-guru tersebut. “Tidak ada,” singkatnya.
(ryn/c/els)