METROPOLITAN – Pasca keputusan ditundanya penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang Jalan Dewi Sartika, Kecamatan Bogor Tengah hingga pertengahan Juli nanti, para pedagang masih keukeuh tidak ingin mau direlokasi. Apalagi potensi dari Blok A dan B Pasar Kebonkembang dinilai bisa mematikan usaha mereka. Para pedagang yang tergabung dalam Paguyuban PKL Taman Topi bahkan sedang mengupayakan legalitas berjualan mereka di tempat yang sama. “Sebanyak 436 PKL semua menolak relokasi, biaya sewa mahal, penghasilan di sini dibawah Rp10 juta. Keringanan DP 0 persen juga kan tidak bisa dikabul. Makanya kami sedang lobi kemana-mana, untuk mendapatkan legalitas jualan di sini,” kata Ketua Paguyuban PKL Taman Topi Umar Sanusi, kemarin.
Menurutnya, PKL Taman Topi tidak perlu relokasi. Hanya perlu legalitas dan penataan di wilayah itu. Sebab, Taman Topi sudah terkenal sebagai pusat belanja murah berkualitas di Kota Hujan. Makanya opsi relokasi malah akan mematikan usaha para pedagang yang juga terdaftar di Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kota Bogor. Ia pun menampik tudingan PKL sepanjang Jalan Dewi Sartika, yang kerap dianggap biang keladi kemacetan di jalan penunjang Jalur Sistem Satu Arah (SSA) tersebut.
“Keberatan lah. Kami mah bisa ditata, coba lihat angkot yang ngetem sembarangan. Kemana petugasnya? Belum lagi sekarang ditambah ojek online yang ngetem. Jadi bukan hanya kami (biang kemacetan). Makanya kekeh kami tidak mau pindah, lebih baik ditata. Kami akan berupaya mengejar legalitas berjualannya,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Unit Pasar Kebonkembang Iwan Arif Budiman mengaku sampai saat ini belum ada komunikasi lebih lanjut dari dinas terkait, soal rencana penempatan PKL di gedung Blok A dan Blok B Pasarkembang. Menurutnya, hal itu dipengaruhi belum finalnya keputusan lepas rapat pemantapan penataan PKL akhir pekan lalu. “Belum ada, komunikasi Dinas Koperasi dan UMKM. Mungkin masih menunggu hasil rapat nantinya. Bisa jadi nantinya kan pengelolaan, bahkan mulai pendaftaran dan pengundian juga di kami. Secara umum kami mah siap, sesuai kecukupan kios yang ada (untuk relokasi),” ucapnya.
Sebelumnya, penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang Jalan Dewi Sartika yang direncanakan akan dilakukan hari ini (23/6) ditunda hingga bulan depan. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor beralasan, hal ini terkait dengan kondisi menjelang pemilihan umum wali kota (Pilwalkot) pada Rabu (27/6) mendatang.
Asisten Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor Hanafi mengatakan, pemkot menargetkan tahapan penertiban PKL mulai dari Taman Topi hingga Pasar Kebonkembang akan mulai dilakukan pertengahan bulan depan, yakni diantara 8 atau 15 Juli. Hal itu disepakati setelah ada masukan dari pihak Polresta Bogor Kota terkait kondusiftas jelang pesta demokrasi daerah. “Sesuai hasil rapat, ada masukan dari kepolisian, karena kondisi menghadapi Pilwalkot, maka konsentrasi pasti mengarah kesana, makanya jika penertiban dilakukan dalam waktu dekat, maka kerawanan juga tinggi, khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan, sarannya pertengahan Juli,” katanya kepada awak media selepas rapat finalisasi penataan PKL di Balai Kota Bogor, belum lama ini.
Apalagi, sambung dia, masih ada terjadi penolakan yang disuarakan para pedagang, yang tentu bakal berpengaruh terhadap proses penertiban. Meski begitu, penertiban akan tetap dilakukan guna menindaklanjuti Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13 Tahun 2005. “Melakukan penataan ini pun dikuatkan dengan kebijakan aturan Sistem Satu Arah (SSA) yang diberlakukan di sekitaran Istana Bogor. Jalan Dewi Sartika digunakan sebagai jalan alternatif,” ucapnya.
Mengenai keluhan pedagang, diantaranya soal uang muka dan cicilan untuk masuk ke Blok A dan B, Hanafi menyebut Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kota Bogor sudah mengupayakan kerjasama dengan meminta keringanan kepada PT. Javana, sebagai pemilik gedung. Dari sinergi dilakukan, pemkot mendapatkan keringanan cicilan biaya sewa dan uang muka. ”Dinas Koperasi dan UMKM sudah melobi, dari rencana awal sampai sekarang. Dari sebelum bulan puasa. Hasilnya kan ada, diantaranya pengurangan DP dan kemudahan skema cicilan,” imbuhnya.
Selain itu, pedagang juga sempat dijanjikan pemkot mendapat bantuan hibah Rp5 juta per pedagang. Setelah dilakukan pengecekan regulasi dan aturan, hal itu ternyata berpotensi melanggar kebijakan yang ada. Ia menyebut hal itu sempat terpikirkan, namun dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tertulis PKL bukanlah sasaran dari dana hibah. Sehingga jika melihat aturan tersebut, rencana hibah menjadi batal. “Ada bahasa seperti itu (dana hibah, red), tapi kan harus menyesuaikan dengan regulasi juga. Kalau tidak sesuai, meskipun tujuan bagus tapi menyalahi aturan, akhirnya berdampak negatif,” ucap Hanafi.
Terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor Anas Rasmana mengakui pihaknya tidak bisa mengabulkan keinginan para pedagang yang menginkan DP 0 persen untuk bisa masuk ke Blok A ata B Pasar Kebonkembang. Menuturnya, DP 10 persen yang ditawarkan sudah hasil lobi yang panjang dari pemkot, untuk bisa ’merayu’ pengelola gedung agar mau memberikan keringanan dan prioritas bagi PKL eksising yang terdaftar di Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor. “Tidak bisa dikabulkan semuanya, termasuk dana untuk uang muka dan cicilan. Nilai ini sudah berkurang dari kebijakan awal, yakni 20 persen. Untuk sebuah properti, pengurangan sebesar itu sudah sangat bagus. Artinya DP 0 persen itu tidak bisa,” ucapnya. (ryn/b/els)