Senin, 22 Desember 2025

Sejak 2016 Pemkot Bogor Sering DiGugat 22 Kasus Dimejahijaukan

- Selasa, 25 September 2018 | 09:59 WIB

Ramainya pemberitaan kasus gugatan pemilik lahan terdampak pembangunan Jalan Regional Ring Road (R3) kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor belum lama ini menarik perhatian khalayak. Keluarga Salim Abdullah ternyata meng gugat pemkot lantaran penyelesaian ganti rugi R3 yang tak kunjung usai.

SEJAK 2016, Pemkot Bogor mendapat 22 gugatan Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN) dari warga terhadap kebijakan yang dibuat pemerintahan di bawah komando Wali Kota Bogor, Bima Arya.

Kepala Subbagian (Kasubbag) Bantuan Hukum pada Bagian Hukum dan Hak Asasi Manusia Setda Kota Bogor, Roni Ismail, mengatakan, dari keseluruhan gugatan yang masuk, baik ke Pengadilan Negeri (PN) Bogor atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, baru sebelas yang sudah keluar amar putusan. Selebihnya masih berjalan, mulai dari mediasi sampai persidangan.

“Untuk 2016 sudah putusan semua. Yang 2017 ada lima gugatan yang putusan. Sedang­kan yang masuk tahun ini be­lum ada putusan. Dari sebelas putusan tersebut, tiga dime­nangkan penggugat, di mana pemkot sebagai tergugatnya,” katanya.

Selain kasus Jalan R3, ada beberapa gugatan yang cukup menyita perhatian publik. Di antaranya gugatan dari Yayasan Pendidikan Islam Imam Ahmad bin Hanbal kepada wali kota yang dikabulkan majelis hakim PTUN Bandung medio Maret lalu. Lantas putusan itu kini dalam tahap banding. Sedang­kan Yayasan Imam Ahmad bin Hanbal tercatat menggugat kembali pemkot soal dicabut­nya izin April lalu. “Kini tahap persidangan,” ucapnya.

Tercatat, gugatan cukup ba­nyak pun masuk ke pengadilan kepada Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PD PPJ). Bahkan ada hingga empat gu­gatan hanya dalam rentang waktu satu setengah tahun. “Pada 2017 ada tiga gugatan, dari pedagang di Pasar Bogor lalu dari salah satu perusahaan, kemudian dari paguyuban pe­dagang Blok F. Awal tahun ini PD Pasar digugat lagi pedagang Pasar Bogor. Semua belum ada yang putusan, tiga persidangan, sisanya penetapan tanggal me­diasi,” paparnya.

Roni menambahkan, gugatan yang masuk didominasi seng­keta tanah. Selain itu, beberapa kebijakan pemkot, baik melalui dinas ataupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), jadi ala­san pemkot digugat warganya sendiri. Angka tersebut bisa jadi tinggi jika membandingkan dengan sebagian besar wilayah kota kabupaten se-Jawa Barat. Namun jika dibandingkan dae­rah kota besar atau Jabodetabek, angka gugatan rata-rata cukup tinggi. Hal itu diperkirakan ka­rena masyarakat perkotaan di­anggap lebih ‘melek hukum’ dibanding kota kabupaten lain di Jawa Barat.

“Kita ya terhitung besar jika dibanding wilayah lain se-Jabar, tapi kalau se-Jabodetabek ya tidak tinggi-tinggi amat. Ka­rena kota besar itu juga warga­nya melek hukum, jadi terpi­kirkan untuk lewat jalur hukum kalau tidak puas. Kota atau kabupaten kecil malah ada yang setahun cuma satu gugatan,” pungkasnya. (ryn/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X