METROPOLITAN - Cibinong , Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) masih terhalang moratorium pemerintah pusat. Indikasi adanya kepentingan politik di tataran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat ditengarai salah satu penyebabnya.
Asisten Pemerintahan Kabupaten Bogor, Burhanudin, mengatakan, belum lama ini pihaknya telah melakukan pertemuan dengan jajaran Pemprov Jawa Barat membahas pembentukan DOB. Alasan pemerintah pusat melakukan moratorium dikarenakan sedang menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Desain Besar Penataan Daerah (Desartada).
”Tapi ada indikasi yang menahan, di mana pembentukan DOB itu berada di lingkaran kepentingan atau keinginan pasangan yang kalah dalam Pilkada atau impian mereka yang tak terakomodasi untuk memekarkan wilayahnya,” ujar Burhan, sapaan akrabnya, kemarin.
Burhan mengatakan, Bogor Barat, Kabupaten Bogor menjadi salah satu dari tiga wilayah yang masuk prioritas pembangunan DOB bersama dengan Sukabumi Utara, Kabupaten Sukabumi dan Garut Selatan Kabupaten Garut. Tiga wilayah tersebut diamanatkan presiden untuk diprioritaskan menjadi DOB.
”Saya juga mendorong bagaimana Pemprov Jabar mendukung pemerintah pusat agar mereka (pusat, red) mencabut moratorium DOB. Karena ini adalah amanat presiden,” kata Burhan.
Berangkat dari amanat presiden, Burhan juga mendorong Pemprov Jawa Barat mempersiapkan diri melakukan kajian tiga daerah yang sudah dan akan diprioritaskan menjadi DOB. Jabar juga harus bergerak, bila perlu lakukan kajian. Sebab, Jabar merupakan salah satu dari tiga provinsi yang dipersiapkan untuk pembentukan 13 kabupaten/kota.
”Jabar juga harus melakukan kajian komprehensif calon DOB dan memilah mana yang lebih layak dimekarkan. Sedangkan Bogor Barat perlu pematangan, karena merupakan amanat presiden,” tegasnya.
Sekadar diketahui, pembentukan pemekaran DOB Kabupaten Bogor Barat (KBB) tak akan pernah terwujud jika moratorium pemerintah pusat tidak dicabut. Selain moratorium, DOB tersebut juga harus menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Desain Besar Penataan Daerah (Desartada). PP itu sejatinya sudah digodok sejak 2016 sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Padahal, Pemerintah Kabupaten Bogor yang telah menggagas pemekaran KBB lebih dari 10 tahun lalu itu bukan berdasarkan keinginan, melainkan kebutuhan pelayanan publik. Pasalnya, pertumbuhan penduduk yang mencapai 1 persen per tahun, membuat pemkab semakin sulit melayani 40 kecamatan.
”Mekar juga kan bukan langsung KBB berdiri sendiri. Tapi selama tiga tahun, mereka masih menginduk ke Kabupaten Bogor, tahap persiapan. Nanti dinilai pusat. Kalau layak akan didefinitifkan. Jika tidak, ya balik lagi,” bebernya.
Menurut Burhan, sebuah daerah bisa melakukan pelayanan maksimal jika memiliki penduduk sekitar 3 juta jiwa. Namun, saat ini Kabupaten Bogor telah memiliki 5,7 juta penduduk yang membuat rentang kendali pelayanan publik dan pengawasan pemerintah kian berat.
”Jujur saja, dalam satu tahun, saya sebagai Asisten Pemerintahan, tidak bisa semua wilayah bisa saya datangi. Karena memang jauh jaraknya. Belum lagi kalau ada permasalahan di tengah masyarakat,” kata Burhan. Secara administrasi, sambung Burhan, DOB KBB telah memenuhi syarat. Seperti luas wilayah, jumlah penduduk, beban pegawai dan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
”Sudah terpenuhi (syarat). Sekarang tinggal menunggu political will (keyakinan publik) saja. Sekarang juga kan menunggu PP Desartada dulu. Dalam PP itu terlihat desain besar berapa sih jumlah daerah yang diinginkan pemerintah. Kabarnya, kalau PP itu sudah terbit, moratorium bisa dibuka,” pungkasnya.(mul/b/sal/py)