Senin, 22 Desember 2025

Terhalang Moratorium, DOB Masih Mati Suri

- Selasa, 9 Oktober 2018 | 08:21 WIB

METROPOLITAN - Cibinong , Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) masih terhalang moratorium pemerintah pusat. Indikasi adanya kepentingan politik di tataran Pemerintah Pro­vinsi (Pemprov) Jawa Barat ditengarai salah satu penye­babnya.

Asisten Pemerintahan Ka­bupaten Bogor, Burhanudin, mengatakan, belum lama ini pihaknya telah melakukan pertemuan dengan jajaran Pemprov Jawa Barat memba­has pembentukan DOB. Ala­san pemerintah pusat mela­kukan moratorium dikarena­kan sedang menyusun Ren­cana Pelaksanaan Pembela­jaran (RPP) Desain Besar Penataan Daerah (Desartada).

”Tapi ada indikasi yang me­nahan, di mana pembentukan DOB itu berada di lingkaran kepentingan atau keinginan pasangan yang kalah dalam Pilkada atau impian mereka yang tak terakomodasi untuk memekarkan wilayahnya,” ujar Burhan, sapaan akrabnya, kemarin.

Burhan mengatakan, Bogor Barat, Kabupaten Bogor men­jadi salah satu dari tiga wi­layah yang masuk prioritas pembangunan DOB bersama dengan Sukabumi Utara, Ka­bupaten Sukabumi dan Garut Selatan Kabupaten Garut. Tiga wilayah tersebut diama­natkan presiden untuk dip­rioritaskan menjadi DOB.

”Saya juga mendorong ba­gaimana Pemprov Jabar men­dukung pemerintah pusat agar mereka (pusat, red) mencabut moratorium DOB. Karena ini adalah amanat presiden,” kata Burhan.

Berangkat dari amanat pre­siden, Burhan juga mendorong Pemprov Jawa Barat memper­siapkan diri melakukan kajian tiga daerah yang sudah dan akan diprioritaskan menjadi DOB. Jabar juga harus berge­rak, bila perlu lakukan kajian. Sebab, Jabar merupakan sa­lah satu dari tiga provinsi yang dipersiapkan untuk pemben­tukan 13 kabupaten/kota.

”Jabar juga harus melakukan kajian komprehensif calon DOB dan memilah mana yang lebih layak dimekarkan. Se­dangkan Bogor Barat perlu pematangan, karena meru­pakan amanat presiden,” te­gasnya.

Sekadar diketahui, pem­bentukan pemekaran DOB Kabupaten Bogor Barat (KBB) tak akan pernah terwujud jika moratorium pemerintah pusat tidak dicabut. Selain moratorium, DOB tersebut juga harus menunggu ter­bitnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Desain Besar Penataan Daerah (Desar­tada). PP itu sejatinya sudah digodok sejak 2016 sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Padahal, Pemerintah Kabu­paten Bogor yang telah meng­gagas pemekaran KBB lebih dari 10 tahun lalu itu bukan berdasarkan keinginan, me­lainkan kebutuhan pelayanan publik. Pasalnya, pertumbu­han penduduk yang mencapai 1 persen per tahun, mem­buat pemkab semakin sulit melayani 40 kecamatan.

”Mekar juga kan bukan langs­ung KBB berdiri sendiri. Tapi selama tiga tahun, mereka masih menginduk ke Kabu­paten Bogor, tahap persiapan. Nanti dinilai pusat. Kalau layak akan didefinitifkan. Jika tidak, ya balik lagi,” bebernya.

Menurut Burhan, sebuah daerah bisa melakukan pe­layanan maksimal jika memi­liki penduduk sekitar 3 juta jiwa. Namun, saat ini Kabu­paten Bogor telah memiliki 5,7 juta penduduk yang mem­buat rentang kendali pelaya­nan publik dan pengawasan pemerintah kian berat.

”Jujur saja, dalam satu tahun, saya sebagai Asisten Pemerin­tahan, tidak bisa semua wi­layah bisa saya datangi. Ka­rena memang jauh jaraknya. Belum lagi kalau ada perma­salahan di tengah masyarakat,” kata Burhan. Secara administrasi, sambung Burhan, DOB KBB telah me­menuhi syarat. Seperti luas wilayah, jumlah penduduk, beban pegawai dan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

”Sudah terpenuhi (syarat). Sekarang tinggal menunggu political will (keyakinan publik) saja. Sekarang juga kan menunggu PP Desartada dulu. Dalam PP itu terlihat desain besar berapa sih jum­lah daerah yang diinginkan pemerintah. Kabarnya, kalau PP itu sudah terbit, morato­rium bisa dibuka,” pungkasnya.(mul/b/sal/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X