METROPOLITAN – Pembangunan jalan layang atau fly over di perlintasan kereta api Jalan RE Martadinata nyatanya menyisakan Pekerjaan Rumah (PR) bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Sebab, Jalan Dewi Sartika yang menjadi jalur ‘buangan’ arus hingga kini masih krodit. Penyebabnya tak lain angkot yang masih berhenti sembarangan, arus parkir hingga Pedagang Kaki Lima (PKL) di sepanjang jalan tersebut, mulai dari Taman Topi hingga Pasar Kebonkembang. Asisten Pemerintahan (Aspem) pada Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor, Hanafi, mengungkapkan, penataan Jalan Dewi Sartika bukan perkara semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, upaya ini selalu berjalan setiap tahun, tapi belum bisa dirampungkan. Dimulainya pembangunan jalan layang RE Martadinata otomatis mempercepat ‘eksekusi’ penataan PKL di sekitar Pasar Kebonkembang itu. “Duaduanya sama-sama ditunggu. Tapi tak juga membuat kita tergesa-gesa, simultan saja. Sebab, penataan di situ tidak bisa dihitung secara matematis,” bebernya di kawasan Sempur, belum lama ini. Ke depan, sambung Hanafi, bakal ada pertemuan pihak terkait soal penataan kawasan ini untuk mendukung kelancaran pembangunan Jalan Layang RE Martadinata. Selain itu, pemkot juga ingin memberi pemahaman kepada PKL bahwa Jalan Dewi Sartika merupakan jalur penyangga Sistem Satu Arah (SSA) yang seharusnya steril agar lalu lintas lancar. “Kini juga jadi alternatif dari arus RE Martadinata selama pembangunan. Tapi itu tidak bisa dihitung secara matematis, sehari beres. Ya tidak gitu, harus membaca psikologis massa. Ini sudah dilakukan setiap tahun,” katanya. Hanafi melanjutkan, opsi relokasi ke Blok A dan B sudah tidak mungkin dilakukan karena tidak ada titik temu soal skema pembayaran. Untuk itu, penataan Jalan Nyi Raja Permas tengah dikebut agar PKL bisa direlokasi ke sebagian jalan tersebut. Sehingga percepatan penataan lebih cepat untuk mendukung kelancaran progres jalan layang. “Tapi kita tidak bangun lapak. Kami sediakan space, dia atur sendiri. Kami rapikan sebagian Jalan Nyi Raja Permas,” paparnya. Sementara itu, Wali Kota Bogor, Bima Arya, menuturkan, ada tiga hal penting dalam mendukung kelancaran pembangunan proyek jembatan yang menelan anggaran lebih dari Rp90 miliar itu. Di antaranya sosialisasi yang maksimal terhadap warga terdampak atau warga yang terbiasa menggunakan jalur tersebut. Kedua, koordinasi dengan pihak kepolisian agar pada jalur nanti tidak ada hambatan dalam rekayasa lalu lintas. “Terakhir, soal pohon yang eksisting di situ akan disesuaikan. Sudah saya instruksikan ke bagian pertamanan, menyesuaikan. Bisa diboling agar tidak begitu saja ditebang. Nanti bisa kembali ke tempat semula atau ke tempat baru,” katanya. Sebelumnya, kemacetan di sekitaran perlintasan kereta api Jalan RE Martadinata yang sering dikeluhkan warga Bogor, tak lama lagi segera teratasi. Sebab, pembangunan jembatan layang atau fly over di jalan yang menelan biaya sekitar Rp97,4 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) itu mulai dikerjakan November ini. Kepala Satuan Kerja (Satker) Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Metropolitan II Jakarta pada Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VI Dirjen Binamarga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Aryatno Sihombing, mengatakan, proses pembangunan jembatan bakal berjalan 420 hari alias lebih dari satu tahun ke depan. Diawali dengan pembuatan frontage road atau jalan samping di kiri dan kanan jalan eksisting yang nantinya digunakan sebagai jalur kendaraan saat pengerjaan jembatan. Targetnya, akhir Desember dua jalan di kedua sisi rampung dan bisa digunakan. “Makanya diperlukan pembebasan lahan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) setempat untuk membuat jalan, kurang lebih tiga meter,” kata Aryanto saat ditemui di Paseban Sri Bima, Balai Kota Bogor, kemarin. Setelah itu beres, sambung dia, awal tahun pondasi jembatan dimulai, bikin pagar dan lainnya. Sehingga arus lalu lintas tidak terganggu melalui frontage road itu. Secara umum, jembatan dibangun sepanjang 458 meter dengan bentang tengah tertinggi 6,2 meter, tepat di atas rel kereta api. “Sedangkan bentang jembatan layang nantinya mengikuti kondisi bentuk jalan. Jadi, bentuk jembatannya seperti bentuk jalan eksisting sekarang. Tidak ada perubahan,” ujarnya. Aryanto berharap proses pembuatan jalan tidak ada kendala berarti. Sehingga bisa segera dikerjakan. Meski begitu, proyek ini tetap akan mengganggu lalu lintas di Jalan RE Martadinata. Sehingga ia mengimbau pengendara bisa melintasi jalur alternatif yang diatur Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. “Kecuali kereta ya, karena kami tidak bisa menyetop arus kereta. Meski izin sudah ada dari PT KAI, kami diminta terus koordinasi selama pelaksanaan,” paparnya. Lalu, Kepala Dinas PUPR Kota Bogor, Chusnul Rozaqi, menuturkan, pembebasan lahan untuk proyek ini sudah rampung. Hanya satu bidang yang tengah diurus yakni administrasi sertifikat, menunggu hasil Badan Pertanahan Nasional (BPN) lalu dibayar. “Itu tidak mengganggu proses (pekerjaan, red),” ungkapnya. (ryn/b/yok/py)