METROPOLITAN – Aksi protes warga Kampung Parungbanteng, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur yang mengeluh akses jalannya diblokir proyek pembangunan gerbang Tol Jagorawi beberapa waktu lalu, memancing reaksi banyak pihak. Wakil Wali Kota Bogor, Usmar Hariman, pun meninjau lokasi tersebut, kemarin siang.
Ia menyayangkan hilangnya akses jalan warga menuju lahan miliknya yang semula ada dan kini malah menghilang. ”Harus tetap ada solusi akses warga seperti sediakala,” kata Usmar saat ditemui awak media, kemarin.
Pria 56 tahun itu menambahkan, proyek pembukaan gerbang atau interchange Tol Jagorawi tidak boleh merugikan masyarakat. Untuk itu, harus ada pembicaraan dan mediasi lanjutan dari pihak terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jasa Marga dan pemerintah daerah dengan warga setempat. “Kami akan pertanyakan mediasi lanjutannya seperti apa,” ujarnya.
Pertemuan mediasi sebelumnya pernah dilakukan, antara warga dengan pengembang, seperti Bogor Raya, Sumarecon dan Novotel soal akses jalan bagi warga. ”Wajib ada rapat lagi dan pusat yang menentukan (persoalan ini, red),” tegasnya.
Akhir pekan lalu, kekecewaan warga yang akses lahannya diblokir pembangunan pintu keluar gerbang Tol Jagorawi di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, belum mereda. Puncaknya, sejumlah pemilik lahan berunjuk rasa depan proyek pembangunan yang menghalangi akses jalan menuju lahan milik mereka.
Sejak pagi, warga membentangkan spanduk dan menyuarakan kekecewaannya karena akses jalannya diblokir. Pada spanduk tertera permintaan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor agar membuka akses yang ditutup proyek interchange bukaan gerbang Tol Jagorawi km 42,5 dan proyek Perumahan Bogor Raya serta Sumarecon itu.
Ia mengatakan, total luasan lahan yang ’terisolasi’ sekitar 1,2 hektare. Sebelumnya ada akses menuju lahan yang kini tertutup proyek pembangunan gerbang tol maupun Perumahan Bogor Raya dan Sumarecon di sebelah timur dan barat lokasi. Kedua proyek tersebut diketahui sudah mengantungi izin dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. ”Sesuai Undang-Undang Nomor 15 maupun Nomor 36 Tahun 2004 dan 2006, dari pemilik lahan harus diberikan akses jalan. Juga ada sesuai surat perjanjian dengan pemkot. Tapi sampai sekarang tanah yang terkena dampaknya belum diberikan,” katanya.
Akibatnya, tak ada akses jalan sama sekali menuju lahan yang dimiliki. Lahan yang sebagian besar digunakan perkebunan itu kini kesulitan jika harus mengangkut hasil palawija, karena kendaraan tidak bisa masuk. ”Warga pun minta diberikan akses jalan seperti semula dan dikembalikan batas aslinya, mana tanah negara, mana tanah masyarakat,” ucapnya.
Jika masih belum ada kejelasan, pihaknya bersama warga lain yang terdampak bakal mengajukan gugatan ke PTUN secara perdata alias menempuh jalur hukum, sesuai surat yang dikeluarkan pemkot. (ryn/b/yok/py)