Minggu, 21 Desember 2025

Kasus Anak Berhadapan Dengan Hukum Meningkat Bogor Darurat Pelecehan Anak

- Sabtu, 8 Desember 2018 | 08:43 WIB

METROPOLITAN - Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bogor mencatat ada 84 kasus Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dalam satu tahun terakhir. Dari jumlah itu, mayoritas anak merupakan korban kasus pelecehan seksual yang tersebar, mulai dari warga pemukiman hingga anak jalanan.

Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial pada Dinsos Kabupaten Bogor, Dian Mulyadiansyah, menuturkan, selain disebabkan pelecehan seksual, kasus ABH di Bumi Tegar Beriman terjadi karena banyak yang menjadi korban tindak kekerasan dan tawuran.  Pihaknya mencatat secara umum dari 40 kecamatan dan 437 desa/kelurahan se-Kabupaten Bogor, kasus ABH merata di semua wilayah. Namun, wilayah barat lah yang tahun ini paling banyak ’berkontribusi’ sebagai daerah kasus ABH. ”Seperti Kecamatan Cibungbulang, Tenjo, bagian baratlah. Lalu, Kecamatan Rumpin, Bojonggede, Parung dan Kemang,” ujarnya.

Sedangkan untuk Kecamatan Cibinong, sambung dia, kebanyakan ABH disebabkan tawuran. Untuk ABH kasus pelecehan seksual dengan kekerasan, lebih sering terjadi di wilayah yang jauh dari pusat kota. ”Di pusat pemerintahan kan lebih banyak sekolah. Jadi lebih rawan,” tuturnya.

Dibandingkan 2017, tahun ini cenderung ada peningkatan, meskipun tidak terlalu banyak. Pada 2017 ada 80 kasus yang masuk ke Dinsos Kabupaten Bogor. Ada dua hal yang ditengarai menjadi penyebab  banyaknya kasus ABH di Kabupaten Bogor, di antaranya lingkungan dan teknologi.

”Makanya daerah yang jauh dari pusat keramaian berpotensi ABH, karena pelecehan seksual dan kekerasan lebih banyak. Teknologi juga membuat anak-anak mudah janjian untuk tawuran,” paparnya.

Untuk mewujudkan Kabupaten Ramah Anak, dinsos pun melakukan berbagai upaya pendampingan terhadap ABH sesuai kasus yang ditangani. Pendampingan tersebut diberikan minimal lima kali tindakan rehabilitasi. Ia mencontohkan ada kasus anak yang menerima pelecehan seksual, pihaknya berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, seperti Dinas PPA dan kepolisian, untuk melakukan pendampingan. ”Termasuk ke sekolah, PDKT dengan sekolah, bisa saja dia sudah tidak mau sekolah di tempat lama. Makanya koordinasi dengan berbagai sekolah, sampai anak mau sekolah dan tidak lagi trauma,” ujarnya.

Intinya, sambung Dian, dinsos ingin mengembalikan fungsi anak di masyarakat dan menyembuhkan mental korban ABH, sehingga bisa kembali bersosialisasi dengan masyarakat. (ryn/c/yok/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X