METROPOLITAN – Polemik pembangunan Perumahan Puri Harmoni di Desa Gunungsari, Kecamatan Citeureup, belum juga usai. Setelah dampak pembangunan yang membuat longsor dan mengancam SD setempat, warga akhirnya buka suara karena tak pernah tahu-menahu soal pembangunan. Dugaan lisgong (tulis tonggong) atau tanda tangan fiktif pun mengemuka.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Perundang-undangan pada Satpol PP Kabupaten Bogor, Agus Ridho, mengatakan, dalam penegakan peraturan daerah (perda), di antaranya masalah pembangunan, pihaknya mengacu pada kesesuaian persyaratan yang dimiliki. ”Yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tindakan kami mengacu pada itu,” katanya. Jika ada penyalahgunaan atau malaadministrasi, itu menjadi ranah aparat berwajib (kepolisian, red) untuk mengusut kebenaran dan memberikan hukuman kepada pelanggar. ”Kami pernah meninjau ke lokasi. Kami cek, IMB-nya ada. Nah, kalau ada dugaan izin itu ada kejanggalan atau malaadministrasi, laporkan saja ke pihak berwajib. Tapi kalau melanggar perda, baru kami ambil tindakan,” tuturnya. Sebelumnya diberitakan, persoalan yang menyelimuti pembangunan Perumahan Puri Harmoni di Desa Gunungsari, tak kunjung usai. Selain pembangunan yang berdampak longsor pada salah satu SD setempat, dugaan malaadministrasi kini mengemuka setelah warga yang bersentuhan langsung dengan proyek ikut buka suara. Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa (Kades) Gunungsari, Hendra Fermana, enggan berkomentar banyak soal keluhan warganya itu. Hanya saja, izin lingkungan yang ada pasti sudah melalui persetujuan aparat setempat alias RT dan RW. “Kalau ada warga yang merasa di lisgong atau merasa nggak tanda tangan, ya justru siapa yang kayak gitu. Kondisinya RT RW kan sudah tahu, karena perusahaan datang ke mereka,” katanya. Meskipun ada tanda tangan dari warga sekitar, proses itu dia tidak tahu-menahu. Sepengetahuannya, ada sekitar 15-20 orang per RT yang ikut tanda tangan. Izin itu sudah keluar lebih dari setahun lalu. Sehingga secara tersirat, dia menyayangkan mengapa warga baru mengeluh sekarang dan bukan sejak dulu sebelum proses perizinan. “Bisa saja mereka kecewa. Apalagi, setahu saya pekerja di sana, dari lingkungan warga itu kurang sekali. Harusnya lebih banyak lah, makanya warga ngeluh begitu,” paparnya. (ryn/c/yok/py)