Senin, 22 Desember 2025

Aparat Diduga tak Netral

- Jumat, 15 Februari 2019 | 08:07 WIB

METROPOLITAN – Pemang­gilan kepada Ketua RW 06 Desa Watesjaya, Djaja Muly­ana, beserta Badan Permu­syawaratan Desa (BPD) Ahmad Yani yang sempat menyulut emosi ratusan warga hingga sempat terjadi kericuhan di depan Mapolres Bogor, dini­lai salah satu motif keji untuk menurunkan semangat war­ga dalam mempertahankan lahan pemakaman umum yang sudah ada sejak 1834.

Perebutan makam umum dengan MNC Land, salah satu anak perusahaan MNC Group ini diduga melibatkan Aparat Penegak Hukum (APH). Hal ini dikatakan Kuasa Hukum warga dari kantor Hukum Sembilan Bintang, R Anggi Triana Ismail mengatakan, pemanggilan atas kedua klien­nya dinilai terlalu mengada-ada. Lantaran, pasal yang digunakan pihak kepolisian, mengarah kepada usaha menghalang-halangi petugas dalam proses pengeksekusian lahan makam yakni, pasal 178 dan pasal 335. Padahal kedua kliennya memiliki tugas dan tanggung jawab tersendiri, kedapa warganya lantaran keduanya merupakan unsur pimpinan di wilayah tersebut. “Padahal mereka itu punya wewenang, karena sebagai ketua RW 06 dan BPD yang secara moral memiliki tang­gung jawab kepada masyara­kat akan ke khawatirannya yang memungkinkan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, bukan niatan untuk megha­lang-halangi,” kata Anggi. Menurutnya, pemanggilan terhadap Djaja Mulyana be­serta Ahmad Yani terlalu di­paksakan dan ada motif ter­tentu didalamnya. Anggi sangat menyesalkan mudah­nya aparat penegak hukum (APH) menerima laporan begitu saja. “Ini laporan terlalu dipaksa­kan. Kami menduga tujuannya adalah politis, untuk mem­buat ompong gerakan masy­arakat, karena orang-orang ini memiliki peran vital dalam gerakan dalam membela ma­syarakat. Ini namanya pola neo orde baru, lagi-lagi hukum dijadikan alat politik yang tidak berdasar, aparat itu ha­rus netral,” sesalnya. Anggi mengaku, menurunkan lima pengacara Kantor Hukum Sembilan Bintang, untuk men­jemput Djaja Mulyana beserta Ahmad Yani, agar bisa terlepas dari tuduhan dua pasal yang mengarah kepadanya. “Tentu ini perlu menjadi catatan tersendiri, ketika para pencari keadilan tidak mendapatkan ruang keadilan untuk dirinya. Bahkan cen­durung disalahkan atas per­buatan yang tidak pernah ia lakukan,” bebernya. Seperti diberitakan sebelum­nya, pihaknya merasa hak kliennya dirampas keadilan­nya oleh penegak hukum yang melakukan eksekusi semena-mena. Tanah yang masih da­lam sengketa tidak diperkenan­kan dieksekusi, sebelum adanya putusan inkrah dari pengadilan. Apalagi, sambung dia, pengamanan relokasi makam gabungan yang dip­impin Polres Bogor pada 23 Januari itu datang tanpa ada surat perintah yang jelas, se­hingga ditolak warga yang berbuntut pertengkaran fisik. Namun pembongkaran terus dipaksakan tanpa memper­hatikan nilai kemanusiaan. “Sejak awal kan ahli waris tidak setuju makam dipinda­hkan, ini kaitan tanah leluhur yang punya nilai historis. Juga caranya yang seakan-akan penegak hukum tidak berlaku semestinya,” paparnya. Sementara itu, menanggapi soal tuduhan adanya oknum yang menunggangi kasus ter­sebut, Ketua Forum Perlawanan Pemuda Bogor (FPPB), Ahmad Fauzi dengan tegas mengatakan, gerakan yang dilakukan masy­arakat merupakan bentuk dari perjuangan masyarakat yang ingin menjaga lahan. Pa­salnya lahan tersebut sudah ada sejak 1834, juga diyakini sebagai warisan dari generasi kegenerasi. “Ini merupakan murni gerakan hati masyarakat, yang menilai tanah tersebut sebagai tanah warisan leluhur yang harus dijaga dari gene­rasi kegenerasi,” tegas mantan aktivis PMII tersebut. Bahkan, dirinya menyesalkan pernyataan Kabagops Polres Bogor, yang menilai aksi ma­syarakat itu ditunggangi se­gelintir kelompok dengan memanfatkan lahan makam. “Seharusnya polisi itu bert­indak netral, ini jelas-jelas ratusan warga sekitar men­datangi Polres Bogor untuk menuntut keadilan, eh malah bilang ini ditungangi. Tolong dong berpikir bijak dan adil, jangan-jangan ini ada pesanan dari pengusaha lagi,” cetusnya. Apalagi, sambung dia, ratu­san warga di Kampung Ciletuh Ilir siap pasang badan jika sampai makam yang ada di tanah wakaf leluhur itu dip­indahkan. Terpisah, Kapolres Bogor, AKBP AM Dicky tidak mem­balas konfirmasi terkait ne­tralitas pihak kepolisian dalam menangani kasus sengketa mekam yang dikirimkan war­tawan koran ini. (ogi/c/yok)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X