METROPOLITAN - Kepala Bidang Angkutan pada Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Bogor, Dudi Rukmayadi, mengatakan, ada tiga wilayah yang masuk perpanjangan jalur LRT, yakni Cibanon Sukaraja, Gunungputri dan Sentul City. LRT sendiri merupakan salah satu dari tiga program yang dibahas dalam RITJ, selain Transit Oriented Development (TOD) dan Park and Ride. “BPTJ masih bahas RITJ-nya sepertinya apa, baik untuk basis rel dan jalan. Nah, kami juga sama, kajian RITJ dibahas tahun ini. Misal kalau soal LRT, basis rel, LRT-nya kan dari dari pusat, nah kami soal penunjangnya,” katanya saat ditemui Metropolitan di kantornya, akhir pekan lalu. Pria berkumis itu menambahkan, kajian RITJ wilayah Kabupaten Bogor yang dilakukan tahun ini membahas integrasi berbagai moda transportasi yang dijalankan BPTJ. Sehingga diharapkan pada 2020 hasil kajian itu menjadi dasar program Sistem Angkutan Umum Masal (SAUM) untuk pengelolaan dan pengadaan moda transportasi. Namun dari tiga lokasi pemberhentian LRT di Bumi Tegar Beriman, baru lokasi di Cibanon, Kecamatan Sukaraja yang sudah ditentukan titik mana yang akan digunakan. Sedangkan untuk Gunungputri dan Sentul City baru ditentukan wilayahnya, belum pada titik pasti di mana. Ada lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) dari Sumarecon di Cibanon yang akan dimanfaatkan Pemkab Bogor untuk sarana transportasi, di antaranya LRT. “Tahun ini juga sudah serah terima dari Sumarecon itu. Kalau yang dua lagi, belum ada. Cibanon lebih dulu mungkin menyesuaikan rencana pelebaran jalur jalan Puncak ya. Jadi pelebaran beres, nah Cibanon juga bisa berfungsi jadi sarana transportasi,” paparnya. Kajian RITJ Kabupaten Bogor tahun ini untuk memastikan titik lokasi di dua tempat LRT itu. Sehingga ditargetkan pada 2021 sudah bisa masuk rencana Detail Engineering Design (DED) skala RITJ. Pihaknya menargetkan dalam lima tahun program SAUM dari Kabupaten Bogor, untuk LRT, TOD dan Park and Ride sudah bisa berjalan. Namun pada prinsipnya, program SAUM sebagai turunan dari program RITJ itu tidak akan mengganggu sistem transportasi angkutan yang sudah berjalan. “Makanya tahun ini bahas kajian, tahun depan itu bahas kelembagaan pengelolanya, lalu dilanjut 2021 penunjangnya sudah ada, sudah clear tahun itu masuk DED,” ungkapnya. Upaya membenahi sistem transportasi pernah dikeluhkan Bupati Bogor, Ade Yasin. Berbagai kebijakan lokal rupanya sering berbenturan dengan kebijakan pusat atau daerah lain. Ia menyebut masalah transportasi di Bogor tak hanya bergantung pada wilayahnya, tapi keseluruhan sistem tidak sinkron di Jabodetabek. “Ketika bicara transportasi harus sinkron dulu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jabodetabek-nya. Jangan sampai kebijakan ini berbenturan, masuk sana berbenturan. Akhirnya jadi susah,” katanya. Sehingga harus ada rencana induk dari pemerintah pusat yang sifatnya nasional untuk menjadi dasar kebijakan transportasi di wilayah. “Nah induknya seperti apa, kita ikuti. Meskipun itu berpotensi mengubah RTRW kita, kita rela karena kepentingannya lebih besar,” tutup wanita yang akrab disapa AY itu. (ryn/c/yok/py)