METROPOLITAN - Sengkarut perebutan lahan makam warga dengan MNC Land, anak perusahaan MNC Group di Kampung Ciletuhhilir, Desa Watesjaya, Kecamatan Cigombong, belum juga selesai. Terlebih, eksekusi pemindahan makam dianggap cacat hukum karena perusahaan tak kunjung menunjuk digunakan sebagai dasar eksekan izin Hak Guna Usaha (HGU) kusi. Bahkan, dalam praktiknya melibatkan aparat seperti kepolisian dan TNI.
Hal itu pun membuat masyarakat semakin berang dan sempat membuat aksi di depan Mako Polres Bogor, hingga Istana Negara di Jakarta. Aparat hukum dan wilayah seperti kecamatan dan desa, dianggap tidak mengutamakan kepentingan masyarakat dan terkesan mementingkan kepentingan korporasi. Bahkan, warga saat warga curhat ke DPR RI, para wakil rakyat itu berjanji bakal menindaklanjutinya dengan mendatangi lokasi sengketa. Surat terbuka kepada presiden pun sudah dilayangkan. Menanggapi kisruh dan kekecewaan warga soal perebutan lahan makam yang ada sejak 1834 itu, Danrem 061/Suryakancana, Letkol Inf Novy Helmi, mengaku, belum mengetahui permasalahan tersebut. Terlebih, adanya kekecewaan warga dan ahli waris terhadap muspika dan muspida, baik polres dan kodim. Dengan wajah bingung, Novy pun bertanya balik kepada awak media terkait persoalan di selatan wilayah Kabupaten Bogor tersebut. ”Di Cigombong? Masalah apa ya itu,” katanya saat ditemui Metropolitan selepas Rapat Koordinasi jelang Pilpres/Pileg di Cibinong, kemarin. Dia mengaku belum ada informasi apapun yang datang terkait persoalan agraria ini, baik dari bawahan atau dari eksternal. ”Belum ada informasi ke saya. Masalah apa itu ya?” ucapnya. Sebelumnya, polemik perebutan lahan makam itu terus bergulir bak bola salju. Izin Hak Guna Usaha (HGU) yang menjadi dasar eksekusi akhir Januari lalu disoal lantaran tak pernah ditunjukkan kepada warga. Padahal, itu sangat dibutuhkan warga yang sedang mencari kepastian hukum. “Terlihat ketidakpahaman alat negara. Mulai dari muspika, Polres Bogor dan kodim terhadap konstitusi negara. Ini tentu memperkeruh situasi kondisi yang menggambarkan perbuatan inkonstitusional,” beber kuasa hukum warga, R Anggi Triana Ismail. Ditambah pasca-kericuhan setelah eksekusi, pihak muspika enggan menjadi fasilitas yang baik selaku pemimpin. Seperti surat yang diminta warga untuk kepentingan penyelesaian permasalahan ini. “Itu menambah buramnya sikap pemimpin yang seharusnya ada di masyarakat yang membutuhkan, sebagai warga negara Indonesia yang sedang mencari kepastian hukum melalui dinamika birokrasi,” bebernya. Padahal, sambung dia, dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik serta UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik merupakan bukti nyata yang sedang terjadi di selatan, Kabupaten Bogor. “Belum lagi janji surgawi seperti penyelesaian permasalahan ini yang telah disampaikan pejabat muspida melalui media, sampai detik ini belum ada realisasinya. Warga berang lantaran hilangnya hak konstitusinya. Ini wujud zalim yang bermuara dari sikap inkonstitusional para pemimpin,” tegasnya. Perusahaan milik taipan Hary Tanoesoedibjo itu dianggap tak cakap hukum. Itu tercermin dari keterangan Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bogor yang menyatakan MNC Land belum memiliki siteplan serta belum mendapatkan izin dari warga Kampung Ciletuhhilir. “Namun faktanya perusahaan sudah melakukan perbuatan yang tidak berdasarkan izin. Kekacauan yang dilakukan pihak perusahaan, kami adukan ke pemerintah pusat. Menteri-menteri sampai DPR-MPR RI wajib turun. Surat terbuka untuk presiden juga sudah dikirimkan,” pungkas Anggi. (ryn/c/yok)