METROPOLITAN – Kesiapan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menghadapi situasi genting terkait persoalan ketersediaan pangan yang sewaktu-waktu bisa menimpa, rupanya masih rendah.
Terbukti, dari Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) yang dimiliki Pemkot Bogor untuk 2019 hanya tujuh ton beras. Padahal dari hitung-hitungan Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kota Bogor, pemkot seharusnya punya stok pangan beras sekitar 80 ton beras.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DKP Kota Bogor, Mochamad Gozali, mengatakan, tahun ini pemkot hanya menganggarkan alokasi kebutuhan tujuh ton beras untuk kesiap-siagaan jika terjadi hal-hal yang membutuhkan pasokan cadangan pangan beras. Seperti misalnya jika terjadi bencana atau peristiwa kekurangan stok pangan di Kota Hujan.
“Tahun ini sekitar tujuh ton, yang tidak kita simpan di sini, tapi kita kerja sama dengan Bulog. Jadi saat dibutuhkan, misalnya harus operasi pasar atau bencana, kita minta diturunkan. Pada 2018 saja cuma lima ton yang habis di akhir tahun terserap untuk memasok bantuan kepada korban bencana puting beliung di Cipaku,” katanya saat ditemui Metropolitan di Balai Kota Bogor, kemarin.
Idealnya, Kota Bogor seharusnya punya cadangan pangan beras daerah sekitar 80 ton. Hasil hitung-hitungan dengan luas wilayah dengan kota/kabupaten di Jawa Barat, identifikasi wilayah rawan serta jumlah penduduk. Persoalan alokasi anggaran ditengarai jadi penyebab minimnya ketersediaan cadangan pangan untuk warga Kota Bogor.
Gozali enggan menyebut secara rinci, berapa yang harus dikeluarkan pemkot untuk anggaran cadangan pangan ini. Meski begitu, ia memastikan akan ada peningkatan jumlah cadangan pangan sekitar satu hingga dua ton beras, yang dibeli dari Bulog, hasil pasokan wilayah lumbung padi, seperti Kuningan, Cianjur, Majalengka hingga Indramayu.
“Kan produksi lokal kita mah jauh sekali untuk mencukupi kebutuhan warga Bogor, tak sampai dua hingga empat persen dari total kebutuhan. Makanya ‘impor’ dari daerah luar di Jabar. Yang pasti, tahun depan bakal meningkat jumlahnya, meskipun belum tahu detail karena tahun depan kan kita akan dilebur dengan Dinas Pertanian (Distani),” ungkap pria yang juga sekretaris DKP Kota Bogor itu.
Cadangan 2019 sendiri hingga Agustus belum terserap lantaran belum ada perintah memasok ketika keadaan genting. Cadangan pangan tak bisa serta merta dikeluarkan jika tidak ada kejadian genting atau tahap kritis pangan. Meskipun saat ini Kota Bogor masuk klasifikasi daerah rawan pangan, tapi belum tahap kritis.
“Di kita masih ada yang namanya bayi stunting atau sejenisnya, tapi belum tahap kritis. Obsesinya ya kita bikin lumbung pangan. Misalnya, ada warga dua hari nggak makan, bisa kita suplai. Tapi ide ini terbentur ketersediaan anggaran juga. Masih lebih bahaya ketersediaan cabai di kita mah,” ujarnya.
Terpisah, Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengaku tak ambil pusing dengan jumlah cadangan pangan beras daerah yang masih minim alias di bawah angka ideal. Baginya, selama ini warga Bogor jarang terjadi kekurangan pangan yang disebabkan alam, misalnya kekeringan atau kelangkaan. Sehingga tak perlu menyimpan cadangan pangan berlebihan.
“Saya kira selama ini kita aman-aman saja ya. Belum pernah ada kasus kekeringan atau sampai kelaparan karena tidak ada bahan pangan, semua terpenuhi. Pasokan juga ada saja, saat bencana misalnya. Artinya ya belum jadi masalah yang riskan juga, namun antisipasi saja,” pungkas Bima. (ryn/c/yok/py)