METROPOLITAN - Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor rupanya punya PR untuk mewujudkan tertib administrasi dalam hal sertifikasi aset-aset yang dimiliki. Tak tanggung-tanggung, ada sekitar 1.200 bidang aset milik pemkot yang belum bersertifikat alias status kepemilikannya belum 100 persen. Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat.
Ia mengungkapkan, pihaknya sudah sepakat dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk percepatan sertifikasi dengan memanfaatkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). ”Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) sanggupnya 53 per tahun ini di sertifikat. Kalau dihitung baru akan selesai 6-7 tahun. Untuk pengukuran, peta bidang itu perlu tenaga ahli. Sepakat dibantu lewat PTSL,” katanya.
Ia mengakui persoalan bukan cuma soal anggaran, tapi juga teknis pengukuran peta bidang yang memerlukan waktu lama. Apalagi, jumlah yang banyak. ”Setelah rapat dengan KPK beberapa waktu lalu, ada kesanggupan untuk 1.200 itu, selesai sampai dua tahun ke depan,” paparnya. belum bersertifikasi cukup
Ade Sarip menambahkan, persoalan administrasi sertifikasi bidang lahan aset bukan hal urgen. Hanya saja dengan sertifikasi aset, program pembangunan atau pemeliharaan menjadi lebih tertata dan rapi. Juga, lebih mudah karena kejelasan kepemilikan. ”Tidak urgen juga sih. Tapi kan ya senang saja, dibantu. Tersertifikasi kan bagus juga kalau ada pembangunan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Aset pada BPKAD Kota Bogor, Agus Gunawan, menuturkan, persoalan aset tak hanya sertifikasi, tapi juga aset pemkot yang tercatat di neraca. Namun beberapa di daerah lain, seperti misalnya di Kabupaten Bogor. Aset-aset itu diakui cukup kesulitan untuk dikelola, sehingga ada wacana ’menukar’ dengan aset yang dimiliki daerah lain di kawasan Kota Bogor.
”Misalnya dengan Kabupaten Bogor, ada beberapa daerah milik mereka, misalnya eks kantor bupati di Panaragan. Kita sedang upayakan menukar dengan aset kita di sana. Ukurannya mungkin bukan nilai, karena NJOP pasti beda, ini sedang dikaji,” tuntas mantan kepala Bidang Pertamanan pada Dinas Perumkim Kota Bogor itu. (ryn/c/yok/py)