Senin, 22 Desember 2025

Aspirasi Mahasiswa Diredam Raisa

- Sabtu, 5 Oktober 2019 | 09:13 WIB
RICUH: Petugas Polresta Bogor Kota saat mengamankan unjuk rasa dari PMII Pakuan Bogor di Mako Polresta Bogor Kota, kemarin. Mereka menuntut polisi mengusut tuntas meninggalnya seorang mahasiswa di Sulawesi Tenggara.
RICUH: Petugas Polresta Bogor Kota saat mengamankan unjuk rasa dari PMII Pakuan Bogor di Mako Polresta Bogor Kota, kemarin. Mereka menuntut polisi mengusut tuntas meninggalnya seorang mahasiswa di Sulawesi Tenggara.

METROPOLITAN – Puluhan mahasiswa yang terrgabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Universitas Pakuan Cabang Bogor, mengontrog Mako Polresta Bogor Kota, Jalan Kapten Muslihat, Kecamatan Bogor Tengah, kemarin (4/10) sore. Tiba di lokasi sekitar pukul 16:00 WIB, para mahasiswa langsung berorasi dan menyuarakan tuntutan. Aparat kepolisian pun mulai mengamankan situasi di Mako. Namun, saat para mahasiswa mulai berorasi, dari dalam mako terdapat dua buah speaker besar di atas mobil bertuliskan RAISA (Pengurai Massa), tiba-tiba saja menyala dengan lantunan salawat, zikir istighfar hingga asmaul husna. Nampak sengaja dinyalakan untuk ‘mengganggu’ para mahasiswa, sebab sesaat sebelum mahasiswa tiba di depan Mako Polresta, mobil hitam tersebut hanya terparkir dan tidak menyuarakan apapun. Alhasil, suara dari para mahasiswa pun seakan tak terdengar oleh aparat hingga warga yang melintas dan yang melihat jalannya aksi. Meskipun memakai pengeras suara, aspirasi mahasiswa makin tak terdengar lantaran beradu volume dengan suara dari Mobil Raisa. Terlihat kesal dengan hal itu, beberapa mahasiswa pun mulai mencoba membaka ban di tengah jalannya aksi. Tarik-tarik pun tak terhindarkan. Kapolrersta Bogor Kota Kombes Pol Hendri Fiuser pun sampai-sampai turun ke lokasi untuk mengamankan aksi. Suasana makin tak terkendali saat seorang dari mahasiswa digiring ke dalam Mako lantaran dianggap provokator dan membawa sejenis bahan bakar. Ada pula mahasiswa yang terluka saat terlibat insiden dengan polisi. Situasi makin tak terkendali. “Kembalikan dulu teman kami,” lantang salah satu pendemo. Sempat chaos beberapa saat, akhirnya para mahasiswa dibawa kedalam kantor untuk berdiskusi dengan Kapolresta dan jajarannya demi menyampaikan aspirasi. Menanggapi hal itu, Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Hendri Fiuser berkilah bahwa suara salawat dan asmaul husna dari mobil Raisa itu disuarakan untuk ‘mengganggu’ atau meredam suara aspirasi dari para demonstran. Sebab, setiap jumat, mobil tersebut digunakan setiap apel pagi saat memimpin asmaul husna para aparat kepolisian. “Sengaja cuma buat demo? Nggak juga. Kan setiap jumat kita putar disitu. Memang tulisannya Penghalau Massa, ya itu bagian dari himbauan, kan sejuk kalau lagi demo diputar sawalat, ayat quran hingga asmaul husna,” ujarnya. Ia mengakui insiden sempat terjadi saat mahasiswa mulai membakar ban dan diduga ada yang membawa minyak tanah. Pihaknya mengaku masih trauma dengan kejadian demonstrasi di Cianjur, dimana seorang polisi jadi korban dan terbakar disekujur tubuhnya pada saat mahasiswa mulai membakar ban. “Antisipasi lah. Kita trauma dengan yang di Cianjur, masih luka mendalam itu. Silahkan saja kalau mau suuarakan aspirasi, tapi kalau melanggar, bakar ban, ganggu ketertiban umum apalagi di depan kantor polisi, ya masing-masing pahami lah,” ucap Hendri. Sempat ada yang diamankan beberapa saat, Hendri pun lalu mengajak para mahasiswa untuk berdiskusi kedalam ruangan. Selang hampir satu jam, mereka pun keluar. “Diamankan sebentar, setelah dibawa masuk, diskusi, selesai. Jadi nggak ada yang ditahan barang atau orang. Sudah pulang semua,” tukasnya. Ketua Umum PMII Komisariat Universitas Pakuan Cabang Kota Bogor, Riyad Fahmi mengatakan, ada tiga tuntutan utama yang disuarakan oleh para mahasiswa, yakni pertama meminta kepolisian untuk serius dalam mengusut insiden penembakan yang berujung maut terhadap sahabat PMII, Randi, saat insiden di Kendari, Sulawesi Tenggara, beberapa waktu silam. Kedua, berbagai kejadian di Indonesia yang makin tidak kondusif, menjadi alasan utama agar Pemerintah Pusat segera memecat Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian. Ketiga, Polresta Bogor Kota harus mengirimkan surat mosi dukungan tuntutan PMII Pakuan. Para mahasisw menuntut segera menguak siapa dalang dan pelaku kejahatan dibalik penembakan, serta tujuannya. “Karena tidak mungkin tidak sengaja, sebab kepolisian memiliki disiplin dan hirarki, sederhananya anggota tidak akan melakukan apa yang tidak di intruksikan pimpinannya,” jelasnya. Ditambah juga, kata dia, adanya pelanggaran terhadap SOP polisi dalam penanganan demonstrasi, menembak kearah dada tidaklah dibenarkan, Terlepas dari peluru karet atau peluru tajam, unsur ketidak sengajaan atau apapun. “Diperparah dengan tindakan kapolri yang kurang progresif dalam mengusut insiden ini seolah insiden ini tenggelam begitu saja alias mau dikubur sama seperti hal nya mayat sahabat kami,” tegas Fahmi. (ryn/c/yok)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X