METROPOLITAN – Satu periode masa kepemimpinan Wali Kota Bogor Bima Arya dinilai gagal dalam menata sistem transportasi di Kota Bogor. Beragam strategi, seperti rerouting hingga konversi angkot ke bus, mandek di tengah jalan dan tak selesai pada lima tahun pertama kepemimpinan. Organisasi Angkutan Darat (Organda) bersama para bos Badan Hukum Koperasi yang menaungi angkot-angkot se-Kota Bogor pun mengontrog Balai Kota Bogor, kemarin. Untuk menagih janji dan memberikan masukan dalam menata sistem transportasi masal di masa mendatang.
Organda bersama para bos angkot yang juga membentuk Tim Evaluasi Penataan Transportasi Kota Bogor DPC Organda Kota Bogor, menyampaikan berbagai masukan dan keluhan terkait penataan transportasi masal, diantaranya soal konversi angkot menjadi bus sedang.
“Untuk konversi ini kan tergantung pemerintah, saat ini ada 16 koperasi, ada yang setuju dan ada yang tidak dengan perhitungan bisnis masing-masing. Jelas kalau kondisi sekarang, lebih banyak yang menolak. Kenapa? Karena nggak ada subsidi. Kalau itu ada, baru kita fikir ulang, ” kata Ketua Tim Evaluasi Penataan Transportasi DPC Organda Kota Bogor, Tri Handoyo, kemarin.
Buatnya, kepastian subsidi menjadi penting karena menjadi landasan diterima atau tidaknya kejelasan program subsidi oleh para pengusaha. Ia pun enggan menyebut berapa kebutuhan para koperasi dalam pengadaan bus hingga operasional lantaran kepastian subsidinya pun masih jauh panggang dari api. Upaya pemkot yang menekan badan hukum untuk mencari pihak ketiga demi pengadaan dan operasional juga dilakukan dengan setengah hati, lantaran hitung-hitunganya mesti jelas.
“Jangan dulu ngomong besaran subsidi. Subsidinya saja ada atau enggak? Bagaimana mau ke arah sana, itu saja dulu pastikan. Kalau nggaka da subsidi mah berat lah. Kerjasama dengan pihak ketiga mah bagus, komunikasi saja. Siap lah, tapi kita menunggu yang dijanjikan sejak lama. Yang jelas, angkot itu kan pengusaha, tentu yang dicari keuntungan dong? Ya itu saja terjemahkan kedalam kebijakan, ” terangnya.
Di tempat yang sama, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengaku butuh waktu untuk menerima dan mengaplikasikan berbagai masukan dari organda dan bos angkot lantaran harus ada diskusi internal terlebih dahulu. Termasuk perimtaan untuk pemkot agar mencabut aturan pembatasan usia angkot layak jalan tak boleh lebih dari 20 tahun.
“Yang pasti mereka minta kepastian soal rerouting dan konversi. Kita mulai lagi, kita akan putuskan setelah sebulan lah, untuk jangka pendeknya. Saya akui, kendala utama selama ini adalah komunikasi kita yang nggak jalan dengan baik, ” pungkas Dedie. (ryn/c/yok)