METROPOLITAN – Upaya menata Pedagang Kaki Lima (PKL) tengah dikebut oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Sebut saja pemindahan PKL di kawasan Pasar Bogor Jalan Suryakencana yang didorong ke Gang Roda, hingga PKL Dewi Sartika yang eksodus ke Jalan Nyi Raja Permas. Hal itu mendapat perhatian dari mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat Universitas Ibn Khaldun, yang menanggap penataan PKL belum berhasil selama kepemimpinan Wali Kota Bogor Bima Arya.
Puluhan mahasiswa KAMI Komisariat UIKA pun mengontrog dan melancarkan aksi unjuk rasa di Balai Kota Bogor, Kecamatan Bogor Tengah, kemarin (16/10) siang. Selain berorasi di depan kantor F1, para mahasiswa membentangkan spanduk bentuk kekecewaan ‘Sejahterakan PKL Kota Bogor’ yang dilengkap aksi teatrikal tentang PKL yang sepi pembeli setelah direlokasi pemerintah.
Ketua Umum KAMMI Komisariat UIKA, Debi Firdaus mengatakan, penataan dan pemberdayaan PKL merupakan salah satu dari enam skala prioritas Pemkot Bogor di bawah kepemimpinan Bima Arya, namun gagal terealisasi pada periode kepemimpinan yang lalu.
Menurutnya, keberadaan PKL Kota Bogor pada dasarnya jadi hak masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga kegiatan PKL merupakan usaha ekonomi kerakyatan yang perlu pembinaan dan penataan dalam melaksanakan usahanya, bukan malah ‘ditahan-tahan’.
“Di periode kedua, penataan PKL di Kota Bogor sedang digalakan. Beberapa titik para PKL sudah mulai direlokasi. Namun, penataan PKL saat ini terkesan hanya kejar target, karena banyak pedagang yang mengeluh karena turunnya omset setelah direlokasi, ” katanya kepada awak media.
Ia menambahkan, tempat relokasi sepi pengunjung menjadi salah satu keluhan utama para pedagang. Pihaknya pun mempertanyakan hasil kajian sebelum proses relokasi itu dijalankan. Debi menilai relokasi yang sudah dilakukan saat ini dinilai gagal karena merugikan pegadang yang notabene sebagai pedagang kecil.
“Jika terus merugi maka bukan tidak mungkin para PKL yang direlokasi tersebut akan gulung tikar, karena tidak memiliki modal yang kuat. Atau, kembali lagi ke tempat asalnya dia berjualan. Hal tersebut malah sama saja dengan membunuh PKL secara perlahan, ” terangnya.
Dengan program penataan dan pemberdayaan PKL, kata dia, seharusnya pedagang dibuat semakin sejahtera bukan malah merugi. Jika saat ini yang terjadi seperti itu, berarti ada yang salah dengan keberjalanan program penataan PKL ini. Pemerintah harus mengevaluasi total progres yang sudah dijalankan, jangan sampai penataan PKL hanya kejar target selesai namun pedagang kecil yang harus menanggung beban.
Ia menjelaskan tiga tuntutan mahasiswa, yakni meminta Pemkot Bogor mengevaluasi total program penataan PKL Kota Bogor yang sangat merugikan pedagang kecil. Lalu mendesak Wali kota Bogor untuk memberi teguran keras kepada Direksi Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PD PPJ) yang telah mengeluarkan surat edaran penertiban PKL didepan Blok B Pasar Kebonkembang, tanpa memberi solusi terhadap PKL.
“Serta Meminta PD PPJ memperhatikan kesejahteraan pedagang binaan dengan memberikan tempat yang layak, ” tuntasnya. (ryn/c/yok)