METROPOLITAN - Wacana Pemerintah Pusat menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) seiring penyusunan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, mendapat reaksi di berbagai daerah, tak terkecuali di Kabupaten Bogor. Jika IMB dihilangkan, dampaknya yang cukup terasa bakal berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi IMB.
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, pada dasarnya hingga saat ini aturan 'Sapu Jagat' itu belum ada informasi resmi dan masih wacana, sehingga ia menunggu resmi untuk bisa memberikan komentar. Hanya saja, menurut pandangannya, dengan dihapuskannya IMB, bakal punya dampak terhadap Kabupaten Bogor.
"Sebetulnya belum saatnya komentar karena belum keluar secara resmi aturan (Omnibus Law)-nya, baru wacana dan katanya-katanya. Tapi memang buat saya IMB nggak juga harus dihilangkan seluruhnya," katanya kepada Metropolitan di Pendopo Bupati Cibinong.
Imbasnya, sambung dia, berdampak pada pendapatan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dari sektor pendapatan perizinan. Terlebih untuk retribusi yang punya kapasitas nilai besar. Sedangkan untuk usaha kecil misalnya, kata Ade, imbasnya ke PAD dianggap tidak terlalu besar.
"Nggak bisa itu (IMB, red) hilang semua. Dalam kapasitas besar, itu kan menjadi salah satu sektor PAD buat Kabupaten Bogor. Sedangkan untuk usaha kecil mungkin nggak terlalu signifikan ya ke PAD-nya, artinya bisa jadi 'insentif' juga buat usaha warga menengah kebawah," imbuh AY, sapaan karibnya.
Sehingga secara umum, wanita berkacamata itu tidak terlalu keberatan jika diterapkan, hanya saja harus ada pengecualian dan batasan untuk menghilangkan IMB itu. Hingga saat ini, pihaknya mengaku belum mempertimbangkan positif negatif dari wacana tersebut dan belum masuk bahasan.
"Tapi kalau pure hilang semua, tanpa ada batasan melihat kapasitas yang tadi, kalau usaha kecil oke lah ya, tapi kalau yang besar-besar ya enggak lah. ya kehilangan PAD juga ya buat Kabupaten Bogor. Bukan nggak rela sih, tapi mesti dihitung dan dibahas dulu ya. Itu belum," tukas AY.
Apalagi, kata dia, beberapa daerah yang mengandalkan PAD sebagai sumber pendapatan utamanya, tentu kebijakan ini bakal sangat berpengaruh dari sektor retribusi. Selain itu, IMB juga dianggap filter dari semua pembangunan dan investasi yang masuk ke Bumi Tegar Beriman.
"Daerah lain kan banyak yang bergantung ke PBB, IMB, untuk PAD-nya. Artinya tentu dampaknya terasa. Lagian adanya IMB kan menyaring investasi pembangunan, khawatir kalau hilang, itu orang sembarangan aja bangun dimana-mana. Ya khawatirnya kesitu," terang politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bogor Heri Aristandi menyebut, wacana kebijakan Omnibus Law harus disikapi secara bijak. Jika memang diterapkan dengan upaya mempermudah arus investasi, tentu punya potensi meningkatkan iklim lapangan kerja di daerah. Namun dengan syarat, aturan yang nantinya diterapkan jangan sampai berbenturan dengan aturan di wilayah.
"Artinya pedomannya nggak boleh bentrok. Kan wilayah punya RDTR (Rencana Detail tata Ruang, red), artinya kalau nanti mempermudah masuk tapi nggak lihat itu, atau malah nabrak, itu yang jadi persoalan. Artinya unsur aturan lokal-nya harus jadi perhatian," ujarnya.
Sedangkan untuk imbas ke hilangnya potensi retribusi PAD, politisi Gerindra itu menyebut kalau kebijakan Omnibus Law yang sedang digodok itu harus dilihat secara komprehensif, dan tidak hanya diliat dari potensi kehilangan PAD sektor retribusi perizinan. Tiap tahun, dari yang ia tahu, Kabupaten Bogor bisa mendapat pendapatan dari sektor itu dengan Kisaran Rp30-40 miliar per tahun.
"Tapi kita nggak melulu lihat kesitu lah. Kalau nantinya investasi yang dipermudah bisa menyedot banyak tenaga kerja lokal, tentu hasilnya bisa menutupi hilangnya potensi pendapatan itu. Yang jelas ya itu tadi, jangan sampai turunan aturan ke bawahnya nabrak aturan dibawah (daerah, red). Itu yang jadi soal," tegas Heri. (ryn/b/yok)