Senin, 22 Desember 2025

Kejari Bidik Koruptor Bansos Covid-19

- Senin, 11 Mei 2020 | 13:40 WIB

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor dikabarkan tengah membidik koruptor dana bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang diduga dilakukan oknum tak bertanggung jawab. Sebab, bantuan pemerintah berkisar Rp600 ribu hingga Rp500 ribu itu tidak sampai secara utuh di tangan penerima manfaat. INFORMASI yang dihimpun Metropolitan, pemotongan sendiri berkisar Rp25-100 ribu per penerima manfaat. Anggaran yang dipotong merupakan bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemprov Jabar hingga Pemkot Bogor yang dialokasikan senilai Rp500 hingga Rp600 ribu. Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari Kota Bogor, Cakra Yuda, menjelaskan, pihaknya sudah mendapat kabar ter­kait adanya pelanggaran dalam pendistribusian Ban­sos Covid-19 di Kota Hujan. Namun selama tidak ada paksaan, maka belum bisa dipastikan jika kasus ini ma­suk ranah korupsi. ”Selama tidak ada paksaan dan su­karela belum bisa disebut korupsi,” kata Cakra saat dikonfirmasi Metropolitan, kemarin. Meski begitu, menurut Cakra, jika di suatu wilayah bantuan itu dipotong oknum, tapi masyarakat menerima, maka itu perlu didalami kem­bali kaitan siapa yang me­miliki niatan terlebih dulu untuk melakukan tindakan tersebut. ”Kalau ada oknum yang memotong bantuan langsung, tapi masyarakat menerima, tentu ini yang perlu kita da­lami. Siapa yang punya nia­tannya. Saat ini juga Tim Saber Pungli sedang turun ke lapangan melakukan eli­sitasi,” ujarnya. Sementara, sambung Cakra, lain soal jika ada oknum RT maupun RW yang langsung memotong bantuan untuk masyarakat. ”Lain cerita ka­lau langsung dipotong oknum tanpa sepengetahuan masy­arakat. Ini bisa masuk kate­gori korupsi,” tegasnya. Di sisi lain, Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengungkap te­muan praktik yang tidak baik dalam penyaluran dana Ban­sos Covid-19 di wilayahnya. Praktik tersebut dilakukan dengan tidak memotong dana bansos, namun warga memberikan uang tip ke­pada petugas pemberi ban­tuan. ”Jadi, sejauh ini saya belum dapat laporan soal penyele­wengan. Tapi bentuk ko­rupsi kecil itu misalnya, ketika mereka dapat ban­tuan mereka semacam mem­berikan uang kepada pihak yang membantu mereka mengurus itu,” ungkap Bima dalam diskusi daring ber­tema ’Cegah Korupsi di Tengah Pandemi’ pada Sa­btu (9/5). Menurutnya, hal itu di­duga menjadi kebiasaan yang kerap dilakukan warga Kota Bogor. Karena warga yang menerima bantuan merasa sungkan bila tidak mem­bagi atau memberikan tip kepada petugas. ”Sebagai contoh, ada warga dikasih Rp500 ribu. Lalu warga itu memberi Rp25 ribu kepada yang ngirim atau ke yang mendata,” terang Bima men­contohkan. Meski tidak ada paksaan, sambung Bima, cara itu ma­suk ranah korupsi. Untuk itu, Bima telah mengultimatum siapa pun yang memotong dana bansos warga akan dit­indak sesuai proses hukum. ”Kemarin saya sudah pang­gil lurah, akhirnya saya pang­gil semua camat dan lurah bahwa tidak boleh ada pem­berian dari penerima atau permintaan dari yang men­gurus, kalau ada ya bisa di­pidana,” tegasnya. Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor pun menerbitkan Su­rat Edaran Wali Kota Bogor Nomor 440/161-Bag Pem. Dalam surat itu terdapat tiga poin penting yang disampai­kan wali kota kepada pemerin­tah wilayah, mulai dari RT, RW, Lembaga Pemberdaya­an Masyarakat (LPM) hing­ga unsur pendukung lainnya. Pertama, menginstruksikan kepada pemerintah wilayah dan jajaran kelembagaan masyarakat lain di wilayah kelurahan untuk tidak me­minta jasa, imbalan, apalagi melakukan pungutan ke­pada masyarakat penerima bantuan dalam bentuk apa pun. ”Dalam bentuk apa pun tidak boleh,” kata Bima. Kedua, meminta jajaran pemerintah wilayah untuk segera melaporkannya ke­pada pihak berwenang apa­bila mendapati ada dugaan penyelewengan, penyalah­gunaan jabatan hingga pun­gutan kepada masyarakat penerima bantuan. Ketiga, mengimbau seluruh pemerintah wilayah agar da­lam melaksanakan tugas pen­distribusian logistik dan ban­tuan dilakukan secara ikhlas, penuh dedikasi dan bertang­gung jawab. Sehingga penanga­nan wabah Covid-19 bagi masyarakat terdampak bisa segera tertangani. Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Satgas Covid-19 DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri (ASB), menilai bahwa surat edaran yang dikeluarkan Pemkot Bogor merupakan bentuk reaktif pemerintah atas kasus yang merebak. Kebijakan itu se­harusnya diambil jauh hari sebelum proses pendistri­busian bantuan JPS dilaks­anakan. ”Penguatan seluruh aparat wilayah di tingkat RT dan RW seharusnya sudah dilaksana­kan jauh-jauh hari. Jadi, se­mua sudah satu semangat dan pemahaman yang sama. Jangan setelah ada kejadian baru bergerak. Mungkin ka­lau tidak ada kasus ini, tidak akan ada tuh surat edaran­nya,” katanya. Apabila surat edaran itu dikeluarkan jauh sebelum pendistribusian, ASB me­nyatakan bahwa semua oto­matis akan mempunyai frame yang sama. Mulai awal pendataan, proses pengusu­lan anggaran, pendistribu­sian, pengendalian dan pelaporan. ”Standar operasional pen­distribusian dari masing-masing tahapan itu sangat penting untuk menjamin program dari hulu sampai hilir. Ini penting untuk men­jamin pelaksanaan JPS ber­langsung tepat sasaran, tepat proses dan tepat pelaporan. Jadi intinya, apa yang dila­kukan Pemkot Bogor soal surat edaran itu sangat telat,” paparnya. Terpisah, Sekretaris Jende­ral Puslitbang Pelatihan dan Pengawasan Kebijakan Publik (P5KP), Rudi Zaenudin, me­minta pemerintah melalui aparatur wilayah memper­ketat pengawasan terhadap pendistribusian bantuan. ”Pengawasan harus dila­kukan secara ketat dengan melibatkan Tim Saber Pungli. Jangan sampai ada oknum yang tidak bertanggung jawab mengambil kesempatan da­lam kesempitan,” pungkasnya. (dil/ogi/c/rez/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X