METROPOLITAN – Dampak pandemi Covid-19 sangat terasa di sektor ekonomi. Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bogor, nilai investasi di Kota Bogor mengalami penurunan tiga bulan terakhir. Sebagian besar pengusaha atau investor yang berencana melakukan investasi menunda rencananya sementara waktu, karena pandemi Covid-19 tak kunjung usai. Meski tahun lalu terjadi peningkatan investasi yang cukup besar, sepertinya tahun ini akan merosot jauh dari target yang telah ditentukan. “Kemarin itu luar biasa tidak normal. Yang biasanya dalam satu hari bisa 300 hingga 400 memohon, ini menurun drastis. Bahkan hanya sekitar 150-an per hari,” kata Kepala DPMPTSP Kota Bogor, Firdaus. Menurutnya, ada beberapa faktor permasalahan yang dihadapi para investor. Meskipun ada investor yang tetap melakukan investasi saat pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tidak ada pekerja yang bisa melakukannya lantaran berbenturan dengan protokol kesehatan. Dalam penerapan PSBB di Kota Bogor, DPMPTSP sempat mengalihkan permohonan investasi melalui perizinan tak kurang dari 70 sampai 80 per hari. Namun saat situasi pandemi hanya mampu menerima 15 permohonan yang ditandatangani. Padahal jika dibandingkan tahun lalu, realisasi Rp2.64 triliun atau kenaikan 105,66 persen dari target investasi 2019 sebesar Rp2.5 triliun. “SDM kita work form home (WFH), tidak ada survei lapangan, dibatasi semua. Tapi mudah-mudahan, dengan adanya PSBB transisi (proposional, red) investor mulai meningkat. Hanya saja memang ada beberapa investor yang masih terganjal RTRW kita,” katanya. Selain itu, Firdaus mengungkapkan, belum rampungnya pengajuan revisi Peraturan Daerah soal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), membuat sejumlah investor menahan niatnya untuk berinvestasi. Sebab, investor tersebut ingin memastikan lahan yang akan digunakan sesuai zona atau tak bertentangan dengan regulasi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. “Mereka harus menunggu dulu adanya perluasan RTRW baru. Saat ini masih dibahas di Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR). Sedangkan kita berharap tahun ini akan terjadi lonjakan investasi. Kita juga akan menyesuaikan dengan zonasi dan regulasi di Kota Bogor,” ujarnya. Firdaus mengungkapkan, investasi paling banyak diusulkan di Kota Hujan terkait izin apartemen, hotel dan izin perluasan perumahan. Untuk perluasan, investor memang ada juga yang masih menahan diri untuk mengajukan perluasan lahan perumahan misalnya, karena harus menyesuaikan zonasi di Sistem Informasi Manajemen Tata Ruang (Simtaru) dari Bappeda. “Kita berharap dalam perubahan RTRW ini terjadi peningkatan investasi yang cepat setelah PSBB. Sebab, keberhasilan daerah dalam meningkatkan PAD adalah sektor jasa yang nanti semakin banyak hunian-hunian jasa, juga ada yang akan didapat pemkot,” ungkapnya. Sementara itu, anjloknya nilai investasi di Kota Bogor ditandai dengan menurunnya penjualan properti rumah. Seperti diungkapkan Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) wilayah III Jawa Barat, Ahmad Yani Hasim. Pria yang akrab disapa Kang Yayan ini melanjutkan, imbas pandemi Covid-19, bisnis penjualan rumah di wilayah Kota Bogor, Kabupaten Bogor dan Kota Depok mengalami penurunan hingga 50 persen. Ini dikarenakan pihak bank yang menjadi kreditur lebih selektif dalam memberikan KPR. ”Hampir 50 persen pembeli yang mengajukan ditolak KPR-nya dan ini sangat berpengaruh terhadap penjualan rumah kami,” ujar Yayan. Meski demikian, Apersi tidak kehilangan akal untuk menyiasati kondisi ini. Salah satu strategi marketing yang ia gunakan guna menggenjot lagi penjualan di sisa 6 bulan terakhir 2020, ia memberikan diskon atau keringanan cicilan kepada pembeli namun dengan konsekuensi memperpanjang masa cicilan. ”Yang tadinya cicilan 15 tahun, kita turunkan harganya, tapi diperpanjang menjadi 20 tahun,” ujarnya. Ia berharap di tengah relaksasi PSBB yang saat ini sedang berjalan, pihak bank mau menyalurkan kembali KPR kepada pembeli yang sudah melakukan akad kredit dengan developer. ”Sebab, saat ini banyak masyarakat yang mulai bekerja dan kembali punya pendapatan. Jadi, saya rasa dengan melihat siapa debitur dan developernya, bank tak perlu takut memberikan pinjaman,” pungkasnya.(dil/b/mam/py)