METROPOLITAN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tengah dibuat pusing soal kebijakan pemberian bantuan sosial (bansos) dampak Covid-19 berupa beras. Sempat digadang-gadang menggantikan Perum Bulog pada bansos tahap kedua, PD Pasar Tohaga justru belum pasti terpilih jadi tulang punggung pengadaan beras untuk 200 ribu penerima tersebut. Wakil Bupati Bogor, Iwan Setiawan, mengatakan, pemkab sebatas melakukan evaluasi distribusi beras bansos tahap pertama sebanyak 6.000 ton bekerja sama dengan Perum Bulog. Disusul opsi lain dengan memanfaatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik pemkab, PD Pasar Tohaga, dalam penyaluran bansos tahap kedua. ”Sedang dijajaki, PD Pasar (Tohaga) jadi penyuplai beras bansos nanti. Sampai saat ini belum ada keputusan,” katanya kepada pewarta, akhir pekan lalu. Politisi Partai Gerindra itu pun menyebutkan, pemkab belum pasti memutus kerja sama dengan Perum Bulog kaitan pengadaan beras bansos untuk warga terdampak Covid-19 di Kabupaten Bogor. ”Belum ada keputusan itu (memutus kerja sama dengan Bulog, red),” tegasnya. Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) PD Pasar Tohaga, Haris Setiawan, mengakui PD Pasar Tohaga menawarkan konsep distribusi bansos kepada bupati saat rapat, beberapa waktu lalu. Namun, ia belum bisa memastikan diterima atau tidaknya penawaran tersebut. Haris menjelaskan, konsep yang ditawarkan kepada F1 tak jauh berbeda dengan distribusi tahap pertama. Hanya saja ada konsep agar kualitas beras bisa lebih bagus plus distribusi yang lebih cepat. ”Kita evaluasi dari hal yang ada kemarin itu. Ini belum diputus, kami baru tawarkan konsep. Kita lihat diterima atau nggak oleh bupati. Yang jelas, bagaimana caranya supaya lebih bagus dan lebih cepat,” terangnya. Pria berkaca mata itu menambahkan, pihaknya tak menutup kemungkinan akan menggunakan beras lokal Carita Makmur untuk mengkaver kebutuhan bansos. Meskipun sesuai peraturan bupati (perbup) beras lokal Kabupaten Bogor itu dimanfaatkan oleh ASN, namun melihat prioritas bahwa beras asli Bogor bisa terserap maksimal. ”Sesuai perbup-nya untuk ASN. Tapi spirit pemberdayaan Gapoktan tetap ada di situ. Jadi, kalau nanti kita dapat, prioritasnya bagaimana agar beras Bogor terserap. Kemungkinan iya,” terangnya. Sebelumnya, banya¬knya keluhan soal penga¬daan dan distribusi bantuan sosial (bansos) tahap pertama berupa beras bagi warga ter¬dampak Covid-19 dari APBD, ’memaksa’ Pemerintah Ka¬bupaten (Pemkab) Bogor tak lagi menggandeng Perum Bulog. Rencananya PD Pasar Tohaga memikul beban berat mengurus 6.000 ton beras untuk 200 ribu Rumah Tang¬ga Miskin (RTM) pada dist-ribusi bansos tahap kedua. Bupati Bogor, Ade Yasin, mengaku ingin bantuan lebih lancar dan bagus. Bupati juga memastikan tidak lagi bekerja sama dengan Bulog serta mengganti kerja sama dengan PD Pasar Tohaga. Alasannya, selain soal kuali¬tas dan teknis, Ade Yasin ingin ada keterlibatan BUMD dalam penanganan bantuan. ”Gantian lah. Kita ingin BUMD dilibatkan. Tahap pertama 6.000 ton selesai terdistribusi. Sisanya 6.000 ton di tahap II. Tahap ketiga belum tahu dengan siapa. Kalau bagus ya diterus¬kan. Kalau jelek ya nanti gan¬ti dengan yang lebih bagus lagi,” katanya kepada Metro¬politan, akhir pekan lalu. Ia dengan tegas mewanti-wanti agar bantuan beras pada tahap kedua nanti lebih bagus ketimbang tahap per¬tama. Sebab, itu berpengaruh terhadap komitmen Pemkab Bogor dalam menangani dam¬pak Covid-19. Apalagi, ang-garan yang dialokasikan Pem¬kab Bogor tidak sedikit. Per-bedaannya pada kerja sama tahap kedua, progres bisa saja diputus di tengah jalan bila dalam pengerjaannya di¬nilai tidak beres atau tidak memuaskan. ”Saya minta kualitasnya lebih baik dari kemarin. Nggak bo¬leh ada lagi temuan raskin lah, beras berkutu atau berdebu lah. Kita minta yang bagus. Jangan sampai ada lagi warga ngeluh kualitas beras. Jangan sampai kita dinilai nggak se¬rius menangani bantuan. Yang jelas, saya ingin tahap II ini satu bulan selesai,” tegas wa¬nita yang juga ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu. Ke depan, sambung Ade Ya¬sin, beras yang didistribusikan sebagian besar dikaver beras lokal Bogor, dibantu pasokan beras dari beberapa daerah di Jawa Barat. Seperti dari Cianjur, Karawang dan Sukabumi hingga Garut. Menurutnya, beras hasil petani lokal dipre¬diksi tidak cukup mengkaver kebutuhan bantuan. ”Campuran lah dari lokal dan luar. BUMD menyampaikan mereka mengambil beras dari beberapa daerah itu ber¬upa beras baru, bukan beras yang disimpan. Jadi optimis lah. Satu bulan harus selesai, kalau jelek bisa diputus di tengah jalan,” terang AY, sa¬paan karibnya. Wajar bila F1 tak ingin main-main dalam distribusi bansos beras yang tersisa dua tahap lagi ini. Sebab, pemkab mesti merogoh kocek dalam-dalam sekitar Rp189,7 miliar demi mengadakan 18 ribu ton beras yang disalurkan kepada warga terdampak dalam tiga tahap itu. (ryn/c/mam/py)