METROPOLITAN - Pembangunan kampus dan waterpark bodong alias tak berizin milik Yayasan Ashokal Hajar atau Borcess terus jadi sorotan. Ramai-ramai suara muncul soal desakan pembongkaran, setelah lokasi tersebut disebut melanggar Peraturan Daerah (Perda) Lahan Persawahan Pangan Berkelanjutan (LP2B). Namun, perwakilan Yayasan Ashokal Hajar, Marullah, justru mengklaim pihaknya sudah membayar uang denda sebesar Rp50 juta ke kas negara sesuai putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Cibinong pada sidang Tindak Pidana Ringan (Tipikor), beberapa waktu lalu. ”Dendanya sudah dibayar,” ungkapnya saat dikonfirmasi Metropolitan, Senin (20/7) siang. Saat ini, sambung Marullah, pihaknya tengah mencari luasan sebenarnya pada lahan yang sudah dibangun yang masuk LP2B. Sebab, dari sekitar 1,7 hektare luas keseluruhan, tidak semuanya masuk LP2B. Bahkan, ia menyebutkan yayasan sudah menyiapkan lahan pengganti. ”Tahap pertama mencari luasan yang masuk LP2B dulu. Kalau lahan pengganti sudah kita siapkan. Ini kita sedang di pemda untuk mengurus itu,” ujarnya. Desakan agar bangunan yang melanggar LP2B itu dibongkar disuarakan banyak pihak. Salah satunya Direktur Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik (LPKP) Rahmatullah. Ia mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor tidak tebang pilih dalam menegakkan perda. Meskipun pembangunan itu lembaga pendidikan, jika ada pelanggaran hukum dan cara yang salah harus diberikan tindakan tegas. ”Kalau perlu dibongkar saja, karena jelas kok. Selain nggak ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB), juga melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kalau nggak, itu jadi contoh yang tidak baik buat yang lain. Meskipun lembaga pendidikan ya,” katanya, Senin (20/7). Rahmatullah menerangkan, ini seharusnya tidak sulit karena yayasan tinggal mengecek tempat yang akan dibangun masuk zona persawahan atau bukan. Jika masuk lahan basah, tentu berbenturan dengan Perda Nomor 11 Tahun 2016 dan tidak akan keluar IMB-nya. ”Bukannya dapat izin, malah sanksi yang akan didapat. Kecuali perdanya diubah, tapi kan itu butuh proses panjang dan rumit. Di sini masyarakat harus benar-benar paham. Yayasan Borcess jangan mau diiming-imingi oleh oknum yang mengaku bisa urus izin. Mengubah aturan kan nggak gampang, ada koordinasi dengan banyak dinas. Mulai dari pertanian, tata tuang, perencanaan hingga PUPR,” beber Along, sapaan karibnya. Tak hanya itu, sambung Along, berkembangnya kasus waterpark dan kampus Borcess yang belum berizin dan melanggar Perda LP2B seharusnya menjadi ’pintu masuk’ bagi Pemkab Bogor serta DPRD Kabupaten Bogor untuk melakukan evaluasi kaitan mana saja bangunan yang dibangun di atas lahan basah atau persawahan sesuai Perda LP2B. Jangan sampai pemerintah daerah kehilangan wibawa ketimbang oknum yang menjanjikan izin. ”Ini pintu masuk pemda dan DPRD, mana saja bangunan yang kasusnya begitu. Kita dukung itu, kita yakin lah bupati bisa lakukan itu. Jangan mau kalah sama oknum, tunjukkan wibawa bupati dan pemerintahannya,” ujarnya. Sebelumnya, setelah dinyatakan bersalah dan dikenakan denda Rp50 juta oleh Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, Komisi III DPRD Kabupaten Bogor berencana mendatangi lokasi yang diduga melanggar Peraturan Daerah (Perda) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) itu. Ancaman pembongkaran menanti jika saat ditinjau terbukti melanggar perda tersebut. Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi III DPRD Ka-bupaten Bogor, Sastra Winara. Politisi Partai Gerindra itu mengaku tengah membahas kunjungan ke lokasi waterpark di Kecamatan Rancabungur itu. Wakil rakyat di Komisi III itu ingin melihat bagaimana kondisi nyata di lokasi pembangunan. “Kami tengah membahas untuk mengagendakan kunjungan ke lokasi tersebut. Kami ingin melihat sejauh mana kondisi di lapangan, bagaimana kesesuaian eksisting-nya yang informasinya berada di atas lahan LP2B,” katanya kepada Metropolitan, Minggu (19/7). Jika nanti saat disidak ke lokasi yang dibangun yayasan itu termasuk lahan basah atau persawahan sesuai Perda LP2B, pihaknya tidak segan-segan mendorong pembongkaran pembangunan yang sudah berjalan itu serta bangunan yang sudah ada. “Nanti kalau ditinjau memang terbukti melanggar perda itu, ya kami minta dibongkar saja. Kan sudah jelas nggak mungkin aturan yang menyesuaikan hanya demi ini. Kami akan lihat substansi itu, kesesuaian bangunan,” ujarnya. Ia memastikan agenda itu bakal dilakukan secepatnya, sembari menunggu pembayaran denda yang harus dipenuhi yayasan karena terbukti melanggar dan sudah diputus vonis pengadilan. “Secepatnya lah. Mereka juga kan sudah diputus vonis Rp50 juta ya oleh pengadilan. Nah, kita tunggu itu juga kapan dibayarkannya. Seiring sejalan kita akan tinjau lokasi,” tegasnya. (ryn/c/yok/py)