Senin, 22 Desember 2025

Lahan Exit Toll Parungbanteng Digugat Tiga Ahli Waris

- Kamis, 17 September 2020 | 11:14 WIB

METROPOLITAN – Penutupan akses menuju lahan seluas 1,3 hektare milik tiga ahli waris, di antaranya ahli waris keluarga Haji Sirod, ahli waris Santa Wirya dan ahli waris Haji Sofyan, di Kampung Parungbanteng, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur yang terdampak proyek exit Tol Jagorawi KM 42,5 Interchange akhirnya mengajukan gugatan ke PN Bogor. Sejumlah pihak menjadi tergugat dalam kasus itu, di antaranya Wali Kota Bogor Bima Arya, Sekda Ade Sarip Hidayat, camat Bogor Timur, lurah Katulampa, Kementerian PUPR, Jasa Marga, PT Gunung Swarna Abadi dan PT Bogor Raya. Sidang perdana gugatan dilakukan di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor. Namun sidang perdana ini gagal digelar, karena pihak tergugat yaitu Pemerintah Kota Bogor tidak hadir. Hanya pihak Kementerian PUPR yang hadir, tetapi tidak membawa surat kuasa. Kuasa hukum warga pemi­lik lahan, Dwi Arsywendo, mengatakan, pokok perma­salahan dari gugatan ini ter­kait pembangunan jalan tol proyek Interchange exit tol KM 42,5 di depan akses masuk ke lahan milik warga, sehing­ga proyek itu berimbas ke lahan warga yang saat ini di­pagari beton dan tidak bisa dimasuki pemilik lahan. Dwi menjelaskan, sejak awal sudah dilakukan somasi sam­pai mediasi tapi tidak ada titik temu. Bahkan saat per­temuan pertama, pihak ter­kait selalu mangkir. Lalu dila­kukan mediasi kedua dan dilaksanakan di Kafe Lotus oleh pihak kelurahan, tapi keluarga tidak dikabari. Mediasi kembali dilakukan di kantor kecamatan Bogor Timur pada Desember 2019, di mana pengembang tidak hadir termasuk Pemkot Bogor. Jadi tidak ada titik temu, se­hingga dilayangkan surat ke Pemkot Bogor, tapi belum ada respons dan jawaban apa pun. ”Kami akhirnya melakukan gugatan perbuatan melawan hukum terkait pemagaran lahan warga yang terimbas proyek Interchange pintu exit Tol Jagorawi KM42,5 itu,” tegas Dwi saat ditemui Met­ropolitan di PN Bogor, Rabu (16/9). Ia juga mengungkapkan kekecewaannya karena dalam sidang perdana pihak tergu­gat tidak hadir. Padahal, ka­sus ini sudah terjadi sejak setahun lalu dan Pemkot Bogor terkesan tidak ada ik­tikad untuk menyelesaikan persoalan ini. Dwi berharap dengan ada­nya proses gugatan ini sudah seharusnya semua pihak ha­dir untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. ”Ka­mi melakukan gugatan ini untuk mendapatkan kejelasan dan kepastian soal pemaga­ran yang dilakukan dan soal akses jalan menuju ke lahan itu. Sidang akan dilanjutkan tiga minggu ke depan dan diharapkan semua pihak ha­dir. Kalau tidak bersalah, ke­napa harus tidak hadir dalam sidang,” tegasnya. Terpisah, Kabag Hukum dan HAM Kota Bogor, Alma Wi­ranta, mengatakan, perkara tersebut dalam kedudukan para pihak dinilai error in persona, karena salah me­nempatkan Pemkot Bogor sebagai tergugat. Menurut Alma, terjadinya kesalahan ini dikarenakan proyek tersebut dikelola Ke­menterian PUPR meskipun lokasinya di Kota Bogor. Ter­masuk proses perizinan yang tidak pernah melalui Pemkot Bogor. Sebagaimana gugatan ter­sebut perlu diperjelas keru­gian masyarakat pada pem­batasan jalan akses ke tol atau jalan masyarakat yang ditutup tol. Ini juga sudah diperiksa di TKP bahwa akses masyara­kat masih ada di kebun sing­kong, namun hal ini harus didalami lagi supaya kepen­tingan masyarakat dan kebu­tuhan pembangunan bisa sejalan. ”Kami sudah melihat ke lo­kasi dan objek yang diajukan gugatan. Itu merupakan ke­wenangan Kementerian PUPR, bukan izin Pemkot Bogor. Saya akan terus mendalami kebe­naran materilnya,” jelas Alma.(dil/b/mam/py)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X