METROPOLITAN - Kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas di perlintasan sebidang atau di pintu kereta sampai saat ini masih rendah. Sebab, berdasarkan data dari PT Kereta Api Indonesia (KRL Persero) Daop 1 Jakarta, sejak Januari hingga September 2020 telah terjadi 17 kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api dengan data korban meninggal 4 orang, luka berat 6 orang dan luka ringan 10 orang. Masih tingginya angka kecelakaan di perlintasan sebidang ini, menurut Executive Vice President PT KAI Daop 1 Jakarta Eko Purwanto, dikarenakan masyarakat masih tidak disiplin. Padahal, sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 menyatakan pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api. ”PT KAI Daop 1 Jakarta mengajak seluruh pengguna jalan bersama-sama menaati rambu-rambu yang ada serta lebih waspada saat akan melintasi perlintasan sebidang kereta api,” jelas Eko melalui keterangan tertulisnya, Senin (19/10). Sedangkan di Kota Bogor, PT KAI mencatat telah terjadi tiga kali kecelakaan di perlintasan sebidang yang menyebabkan korban meninggal dunia. Sebagai bentuk upaya meningkatkan faktor keselamatan, PT KAI juga terus berkoordinasi dengan DJKA Kemenhub dan Pemda setempat terkait penutupan sejumlah pelintasan sebidang. Saat ini pemerintah daerah secara bertahap membangun fasilitas flyover ataupun underpass di sejumlah titik untuk meminimalisasi kecelakaan lalu lintas di pelintasan sebidang. Adapun total pelintasan sebidang di wilayah Daop 1 Jakarta sebanyak 452 yang terbagi menjadi pelintasan sebidang resmi 244 dan liar 208. Sedangkan untuk pelintasan tidak sebidang yang telah difasilitasi flyover dan underpass sebanyak 59 titik. “Perjalanan kereta api lebih diutamakan, karena jika terjadi kecelakaan dampak dan kerugian yang ditimbulkan bisa lebih besar, sehingga pengguna jalan yang harus mendahulukan jalannya KA. Maka dari itu, pintu perlintasan utama difungsikan untuk mengamankan perjalanan KA,” tambah Eko. Khusus di Kota Bogor, sampai saat ini masih ada empat perlintasan sebidang yang belum dijadikan perlintasan tidak sebidang. Di antaranya pintu kereta Kebonpedes, pintu kereta MA Salmun, pintu kereta Paledang dan pintu kereta Batutulis. Yang teranyar, Pemkot Bogor sempat menggelar pertemuan secara virtual dengan kantor staf presiden (KSP) untuk membicarakan keinginan Pemkot Bogor ini. Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Rudi Mashudi, menerangkan, dalam pertemuannya dengan KSP, pihaknya membeberkan rencana Pemkot Bogor dalam membangun perlintasan tidak sebidang. Di antaranya pembangunan underpass di perlintasan kereta Kebonpedes, flyover Jalan MA Salmun dan flyover Jalan Kapten Muslihat. ”Perlintasan tidak sebidang kan baru di RE Martadinata. Kita masih ada rencana membangun di Kebonpedes, MA Salmun dan Kapten Muslihat,” kata Rudi. Rudi berharap dengan adanya pembicaraan dengan KSP ini, keinginan Pemkot Bogor bisa diakomodir oleh pemerintah pusat. Seperti yang dilakukan oleh pemerintah pusat untuk pembangunan fly over RE Martadinata. Lebig lanjut, Rudi menuturkan, bahwa kekuatan APBD Kota Bogor saat ini kasih tidak mampu untuk membangun infrastruktur. Sehingga dibutuhkan adanya bantuan dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Jawa Barat. ”Kan begini, anggaran APBD kita tidak bisa mengcover perencanaan yang besar-besar, sehingga kita butuh skema pendanaan lainnya, baik itu bantuan provinsi atau pusat,” ungkap Rudi. Rencana pembangunan ini juga, sambung Rudi, bukan tanpa landasan. Ia membeberkan pihak Pemkot Bogor, yakni Dinas PUPR, sudah memiliki Detail Engineering Design (DED) untuk pembangunan tiga perlintasan tidak sebidang tersebut. ”Pekan depan mereka akan mengundang kita dengan kementerian terkait untuk mengajukan usulan kita. Mudah-mudahan bisa goal ini,” harapnya. Terkait DED yang sudah dibuat, Kabid Pembangunan dan Kebinamargaan pada Dinas PUPR Kota Bogor, Dadan Hamdani, menerangkan, untuk masing-masing pembangunan membutuhkan anggaran sebesar Rp250 miliar untuk MA Salmun dan sekitar Rp97 miliar untuk underpass Kebonpedes. ”Jadi kita untuk DED baru ada MA Salmun dan Kebonpedes saja. Untuk MA Salmun sekitar Rp250 miliar dan Kebonpedes sekitar Rp97 miliar,” kata Dadan. Dadan sendiri mengaku sampai saat ini masih merencanakan anggaran untuk pembebasan lahan. Sebab, berdasarkan rancangan APBD 2021 Kota Bogor, anggaran untuk pembebasan lahan hanya Rp41 miliar untuk Kota Bogor. ”Jadi Rp41 miliar itu bukan untuk PUPR saja, jadi itu secara keseluruhan. Tapi kalau untuk PUPR masih belum tahu kita berapa,” pungkasnya.(dil/b/mam/py)