Anggota DPRD Kota Bogor masih membahas kelanjutan nasib Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT). Kini panitia khusus (pansus) sedikit demi sedikit mulai membuka tabir soal sengkarut permasalahan di perusahaan berpelat merah tersebut. Salah satunya soal aset yang nilai ekonomisnya turun drastis. ANGGOTA Pansus PDJT, Muhammad Restu Kusuma, mengatakan, berdasarkan data yang disampaikan Pemkot Bogor terkait nilai aset PDJT rupanya tidak masuk akal. Dari modal dasar yang sudah diberikan pemkot sebesar Rp35 miliar, kini nilai aset perusahaan pelat merah itu tinggal Rp575 juta. ”Dari PMP yang sudah diberikan, masa asetnya cuma Rp575 juta. Itu pun belum diaudit pada 2019. Ini jelas tidak masuk akal,” kata Restu kepada Metropolitan, Minggu (22/11). Kondisi 40 bus bantuan yang sudah diberikan sejak 2006 ini juga menjadi pertanyaan. Di mana pada 2006 sebanyak 10 bus bantuan kondisinya rusak berat dan dalam proses penghapusan. Lalu, 20 bus bantuan pada 2008, 14 di antaranya rusak berat dan perlu penghapusan. Sedangkan enam lainnya perlu perbaikan. ”Lalu, 10 bus yang diberikan pada 2017 masa sampai saat ini belum diserahkan kepada PDJT. Ini kan berarti ngawur,” bebernya. Maka dari itu, Restu lagi-lagi mengingatkan kepada pemkot untuk segera menyerahkan hasil audit kepada DPRD agar pembahasan Raperda PDJT bisa dilanjut. ”Kami bukannya nggak mau menyehatkan PDJT. Tapi kami mau menyehatkan perusahaan yang kondisi penyakitnya jelas. Jangan meminta kami untuk menyembuhkan boneka mati,” ungkapnya. Menanggapi keinginan DPRD, Pejabat Sementara (Pjs) Dewan Pengawas PDJT, Agus Suprapto, menilai bahwa ada prinsip mendasar pengajuan perda ini karena ada amanat dari undang-undang. ”Jadi, ini kan Perda Penyelenggaraan, pegangan untuk menjalankan perumda. Jika kemudian akan membahas PMP dan lain-lainnya ya nanti di perda terpisah,” katanya. Agus mengungkapkan, saat ini Pemkot Bogor sedang membuat kajian investasi yang kepentingannya untuk Perda PMP. Terkait rencana penyelamatan PDJT, Agus membeberkan tiga skenario restrukturisasi. Restrukturisasi pertama adalah dari segi manajemen organisasi. Menurut Agus, skenario pertama ini sangat penting. Mengingat kondisi organisasi yang terlalu gemuk, maka dibutuhkan penyesuaian jumlah karyawan dan jajaran struktur organisasi. Kedua, adalah restrukturisasi terhadap modal atau aset. Di sini, Agus mengungkapkan akan melakukan penilaian ulang terhadap aset-aset yang dimiliki PDJT. ”Kita akan melihat aset mana saja yang tidak efektif, aset pemkot mana saja yang bisa diberdayakan atau dikelola. Sebab, untuk membangun ke depan itu PDJT bukan hanya bicara Trans Pakuan,” katanya. Lalu, skenario terakhir adalah restrukturisasi portofolio rencana bisnis. Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor ini menginginkan adanya pembaruan dalam rencana bisnis PDJT. Jika sudah berubah menjadi Perumda, maka PDJT bisa dengan leluasa membuka keran bisnis baru. Salah satunya wacana pengelolaan SPBU di Jalan Dadali yang ada di atas lahan milik Pemkot Bogor dan sudah tidak dikelola. ”Dulu kan dikerjasamakan dengan swasta, tapi kan sudah habis. Makanya itu akan saya ajukan sebagai bagian dari penyertaan modal nantinya sama rencana bisnis,” ungkapnya. Agus berharap penyelesaian pembahasan Raperda atas perubahan nama PDJT menjadi Perumda Jasa Transportasi bisa rampung pada Desember, sehingga pembenahan bisa dilakukan awal Januari 2021. ”Kita berharap proses restrukturisasi ini setelah perda pembentukan badan hukum selesai bisa kita geber,” pungkasnya.(dil/a/ mam/py)