METROPOLITAN - Warga Bogor dikejutkan dengan kemunculan awan yang mirip tornado, Rabu (16/12) sore. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geospasial (BMKG) menyebut fenomena ini di Indonesia disebut puting beliung “Ya, fenomena ini sering disebut puting beliung di Indonesia. Tornado dan Hurricane merujuk pada skala pusaran angin yang lebih besar. Tornado atau Hurricane biasanya terjadi di Amerika Serikat atau wilayah lain di lintang menengah,” ujar Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Citeko, Asep Firman, Rabu (16/12). Menurutnya, fenomena ini diakibatkan pertemuan dua masa udara. Masa udara hangat bergerak naik ke atas, sementara masa udara dingin bergerak ke bawah menggantikan ruang yang ditinggalkan masa udara hangat. “Lintasan kedua masa udara ini berbentuk spiral menandakan pergerakan udara tidak vertikal tegak lurus, melainkan membentuk lintasan spiral,” terangnya. Asep menjelaskan, angin puting beliung prosesnya sama dengan tornado, hurricane atau yyphoon. Yang membedakan adalah skala kerusakannya. Dampak dari pusaran angin ini bisa menerbangkan benda-benda di permukaan, seperti atap rumah, daun dan ranting pohon, baliho. Bahkan, bisa mencabut pohon yang akarnya rapuh. “Diimbau kepada masyarakat untuk menjauh dari pusaran angin tersebut untuk menghindari jatuhan benda-benda yang diterbangkan,” terangnya. Sementara itu, Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, M Adam Hamdani, membenarkan peristiwa angin tornado pada sore tadi. Meski begitu, angin tersebut tidak sempat turun menyentuh tanah dan hanya berputar-putar di angkasa. ”Kami sudah keliling dan patroli ke daerah Nanggewer sampai Keradenan tapi tidak ada kerusakan. Anginnya tidak turun hanya di atas,” katanya. Sampai saat ini, pihaknya masih menunggu laporan dari masyarakat kaitan fenomena angin tornado tersebut. ”Kami masih menunggu laporan dari masyarakat. Sejauh ini belum ada laporan yang masuk. Petugas juga sudah mengecek, tidak ada kerusakan,” ucapnya. Sementara itu, Forcaster Stamet Stasiun Meterologi Kelas III Citeko, Kabupaten Bogor, Ronald C Wattimena, mengatakan, saat ini Kabupaten Bogor bakal memasuki musim penghujan. Prediksinya, curah hujan dengan intensitas cukup tinggi bakal terjadi hingga awal tahun. Hal itu terjadi lantaran adanya adanya penurunan suhu perairan di bagian tengah dan timur ekuator Samudera Pasifik, diiringi kemunculan La Nina di Pasifik Timur. “Berdasarkan pantauan dan data yang ada, saat ini terlihat adanya penjalaran turunnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian timur. Hal ini menunjukkan kemungkinan bakal terjadi peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia, termasuk Bogor Raya,” katanya sambil menunjukkan file dan data potret pantau BMKG. Hal tersebut berdampak pada perubahan sirkulasi atmosfer seperti intensitas curah hujan di daerah tropis. Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan curah hujan di Asia, termasuk Indonesia. Peristiwa itu diawali dengan penurunan suhu permukaan laut di bagian timur Samudera Pasifik. Adanya peningkatan kecepatan angin pasat timur yang menyebabkan massa air hangat yang terbawa ke arah bagian barat Samudera Pasifik menjadi lebih banyak. Hal tersebut mengakibatkan massa air dingin di bagian timur Samudera Pasifik akan bergerak ke atas (upwelling). Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan di wilayah barat Pasifik, Indonesia, dan Australia Utara. Dari data yang ada pada pihaknya, Ronald memprediksi jika La Nina bakal terjadi pada musim penghujan tahun ini hingga tahun depan. Curah hujan di musim penghujan ini akan lebih tinggi intensitasnya dari tahun-tahun sebelumnya. Mengingat potensi terjadinya La Nina pada musim penghujan tahun ini. “Kemungkinan La Nina akan terjadi pada musim hujan 2020 hingga awal 2021. Tapi itu juga baru prediksi kami. Kalau nanti ada perubahan, pasti akan kami kabari. Yang jelas, kita memprediksi puncak musim penghujan akan jatuh pada Januari hingga Februari 2021. Prediksi ini juga hampir sama dengan prediksi dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA),” tukasnya. (ogi/c/mam/py)