METROPOLITAN – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi jika puncak musim hujan tahun ini bakal berlangsung pada Januari hingga Februari. Forecaster Stamet Stasiun Meteorologi Kelas III Citeko, Ronald C Wattimena, mengatakan, jatuhnya puncak musim penghujan pada Januari hingga Februari ini lantaran adanya pergerakan Monsun Asia atau angin yang bergerak dari arah barat membawa massa udara yang lebih banyak. Menurutnya, Monsun Asia biasanya bertiup dalam kurun waktu Oktober hingga April. Angin ini bertiup saat matahari berada di belahan bumi selatan yang menyebabkan Benua Australia musim panas, sehingga bertekanan rendah. Sedangkan Benua Asia lebih dingin, sehingga tekanannya tinggi. ”Pada waktu ini Indonesia khususnya akan mengalami musim hujan akibat adanya massa uap air yang dibawa angin ini. Makanya kami memprediksi puncak musim penghujan bakal terjadi pada Januari hingga Februari ini,” katanya, Selasa (5/1). Roland juga meminta masyarakat mewaspadai potensi bencana Hidrometeorologi atau bencana yang dipengaruhi faktor cuaca, seperti banjir, longsor hingga puting beliung yang bisa saja terjadi pada periode puncak musim penghujan. Menurutnya, potensi bencana hidrometeorologi bisa saja terjadi pada puncak musim penghujan. Terlebih tahun ini La Nina mulai terjadi yang dapat memicu meningkatnya curah hujan di sekitar wilayah Indonesia, termasuk Kabupaten Bogor. Hasil pantauannya, anomali iklim La Nina masih terpantau berlangsung di samudera pasifik dengan intensitas level moderat. Kemungkinan akan melemah pada Mei nanti. ”Saat ini kita sedang memasuki anomali iklim La Nina dan kemungkinan bakal melemah pada Mei 2021. Makanya kami imbau masyarakat senantiasa waspada terhadap bencana hidrometeorologi,” ungkapnya. Data yang dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat, sepanjang 2020 sebanyak 1.338 bencana mewarnai sejumlah wilayah di Kabupaten Bogor. Akibat ribuan bencana tersebut, setidaknya kerugian yang tercatat mencapai Rp28,5 miliar. Kepala BPBD Kabupaten Bogor, Yani Hasan, mengatakan, 1.338 bencana tersebut terdiri dari 427 tanah longsor, 175 banjir, 41 kebakaran, 376 angin kencang, 98 kekeringan, 51 pergeseran tanah dan 18 bencana gempa bumi. ”Sementara 152 bencana lainnya masuk ke kategori lainnya. Bencana lain-lain itu seperti rumah ambruk, korban tenggelam, pohon tumbang dan jembatan rusak,” katanya. BPBD Kabupaten Bogor juga mencatat, akibat 1.338 bencana tersebut, sebanyak 44 orang dinyatakan meninggal dunia, 8 luka berat, 12 luka sedang dan 35 luka ringan. Ribuan bencana itu membuat 7.581 rumah rusak ringan, 1.622 rumah rusak sedang dan 728 rusak berat. ”Ribuan bencana itu juga membuat 72.997 kepala keluarga dengan 213.834 jiwa mesti mengungsi akibat bencana ini,”ujarnya. Tidak hanya pemukiman warga, ribuan bencana tersebut juga merusak sejumlah fasilitas umum. Di antaranya 87 sarana ibadah, 69 sarana pendidikan, 4 kantor pemerintahan dan 17 majelis taklim bersama pondok pesantren. ”Sebanyak 211 sarana ekonomi, 45 fasilitas umum, 141 meter jalan desa, 61 jembatan, 9 lahan pertanian, 7 sarana pengairan, 2 lahan peternakan dan 8 lahan perikanan, dengan total kerugian keseluruhan mencapai Rp28,5 miliar,” pungkasnya. (ogi/b/mam/py)