METROPOLITAN - Mandeknya pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan nama atas Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Jasa Transportasi, dinilai Wali Kota Bogor, Bima Arya, perlu ada kajian lagi. Bima mengakui kekhawatiran pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor yang belum melanjutkan pembahasan Raperda tersebut. ”Ya nggak apa-apa, kita komunikasikan ke dewan lagi, ya berarti msih ada yang harus dikaji dengan dewan. Saya paham dewan punya pertimbangan-pertimbangan karena PDJT ini mejadi atensi utama kita sama-sama,” kata Bima. Terpisah, anggota Pansus Raperda PDJT, Muhammad Restu Kusuma, mengungkapkan beberapa alasan dihentikannya pembahasan Raperda ini. Di antaranya berdasarkan data yang disampaikan Pemkot Bogor terkait nilai aset PDJT tidak masuk akal. Di mana dari modal dasar yang sudah diberikan Pemerintah Kota Bogor sebesar Rp35 miliar, kini nilai aset perusahaan pelat merah itu tinggal Rp575 juta. ”Dari PMP yang sudah diberikan, masa asetnya cuma Rp575 juta. Itu pun belum diaudit pada 2019. Ini jelas tidak masuk akal,” kata Restu. Menurutnya, kondisi 40 bus bantuan yang sudah diberikan sejak 2006 juga menjadi pertanyaan. Di mana pada 2006 sebanyak 10 bus bantuan kondisinya rusak berat dan dalam proses penghapusan. Lalu, 20 bus bantuan pada 2008, 14 di antaranya rusak berat dan perlu penghapusan, sedangkan 6 lainnya perlu perbaikan. ”Kemudian 10 bus yang diberikan pada 2017, masa sampai saat ini belum diserahkan kepada PDJT. Ini kan berarti ngawur,” bebernya. Maka dari itu, Restu lagi-lagi mengingatkan kepada Pemkot Bogor agar secepatnya menyerahkan hasil audit KAP kepada pihak DPRD agar pelaksanaan pembahasan Raperda PDJT bisa dilanjut. ”Kami dari DPRD bukannya tidak mau menyehatkan PDJT. Tapi kami mau menyehatkan perusahaan yang kondisi penyakitnya jelas. Jangan meminta kami untuk menyembuhkan boneka mati,”ujarnya. Menanggapi keinginan DPRD, Pejabat Sementara (Pjs) Dewan Pengawas PDJT, Agus Suprapto, menilai bahwa ada prinsip mendasar pengajuan perda ini, karena ada amanat dari undang-undang. ”Jadi, ini kan Perda Penyelenggaraan, pegangan untuk menjalankan Perumda. Kemudian jika kemudian akan membahas PMP dan lain-lainnya ya nanti di Perda terpisah,” kata Agus. Lebih lanjut Agus mengungkapkan, saat ini Pemkot Bogor sedang membuat kajian investasi yang kepentingannya untuk Perda PMP. Terkait rencana penyelamatan PDJT, Agus membeberkan tiga skenario restrukturisasi untuk menyelamatkan PDJT. Restrukturisasi yang pertama adalah dari segi manajemen organisasi. Menurut Agus, skenario pertama ini sangat penting. Mengingat kondisi organisasi yang terlalu gemuk, maka dibutuhkan penyesuaian jumlah karyawan dan jajaran struktur organisasi. Kedua, adalah restrukturisasi terhadap modal atau aset. Di sini Agus mengaku akan menilai ulang terhadap aset-aset yang dimiliki PDJT. ”Kita akan melihat aset mana saja yang tidak efektif, aset pemkot mana saja yang bisa diberdayakan atau dikelola. Karena untuk membangun ke depan itu PDJT bukan hanya bicara Trans Pakuan,” kata Agus. Lalu, untuk skenario yang terakhir adalah restrukturisasi portofolio rencana bisnis. Sekretaris Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor ini menginginkan adanya pembaruan dalam rencana bisnis PDJT. Nantinya jika sudah berubah menjadi Perumda, maka PDJT bisa dengan leluasa membuka keran bisnis yang baru. Salah satunya wacana pengelolaan SPBU di Jalan Dadali yang berasa di atas lahan milik Pemkot Bogor dan sudah tidak dikelola. ”Dulu kan dikerjasamakan dengan swasta, tapi kan sudah habis. Makanya itu akan saya ajukan sebagai bagian dari penyertaan modal nantinya sama rencana bisnis,” ungkapnya. Agus berharap target penyelesaian pembahasan Raperda atas perubahan nama PDJT menjadi Perumda Jasa Transportasi diharapkan bisa rampung pada Desember. Sehingga pembenahan bisa dilakukan dari awal Januari 2021. ”Makanya kita berharap proses restrukturisasi ini setelah perda pembentukan badan hukum selesai bisa kita geber,” pungkasnya.(dil/c/mam/py)