Di tengah pandemi, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor rupanya belum bisa memaksimalkan alokasi anggaran yang ada. Terbukti pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah 2020, Kota Bogor mencatatkan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp327 miliar. Jumlah itu lebih tinggi ketimbang tahun anggaran sebelumnya, di mana pada APBD 2019 Kota Bogor mencatatkan Silpa Rp270 miliar. MESKI begitu, Pemkot Bogor bersama DPRD mengesahkan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (PP-APBD) 2020 dalam rapat paripurna, Jumat (30/7). Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengucapkan terima kasih kepada seluruh Fraksi DPRD yang telah membahas bersama-sama dan sepakat menyetujui Raperda tentang PP APBD 2020. “Kita syukuri Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2020 sesuai Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Jadi, pertanggungjawaban ini dilengkapi laporan keuangan yang telah diperiksa BPK serta ikhtisar laporan kinerja dan laporan keuangan BUMD,” bebernya. Menurutnya, PP-APBD 2020 merupakan hasil maksimal dari kerja keras Pemkot Bogor dengan diterimanya opini WTP kelima kali dari BPK RI. “Anggaran 2020 merupakan anggaran penuh tantangan karena berjalan di tengah pandemi. Kita lakukan refocusing untuk penanganan pandemi dan pembangunan,” paparnya. Besarnya silpa yang disertai kenaikan dibanding tahun anggaran sebelumnya itu mendapatkan sorotan tajam Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto. Dari laporan yang ia terima, Realisasi Anggaran Pendapatan pada 2020 setelah adanya perubahan yakni sebesar Rp2,42 triliun dari target Rp2,36 triliun. Sedangkan untuk target Belanja dan Transfer Daerah setelah perubahan sebesar Rp2,642 triliun dengan realisasi sebesar Rp2,354 triliun. “DPRD Kota Bogor menyesalkan kinerja buruk dari Pemkot Bogor yang tidak mengoptimalkan anggaran, sehingga menyebabkan silpa hingga Rp327 miliar,” katanya. Tingginya silpa, sambung dia, merugikan Kota Bogor di saat banyak masyarakat membutuhkan pembangunan dan penyelesaian dampak ekonomi di tengah pandemi Covid-19. “Silpa naik dari Rp270 miliar pada 2019 menjadi Rp327 miliar pada 2020. Di sisi lain banyak usulan pembangunan yang tidak dapat dijalankan, karena tidak ada anggarannya. Tapi, Silpa malah mengalami peningkatan,” ujarnya. Selain itu, catatan kedua dari DPRD Kota Bogor yakni meminta Inspektorat Kota Bogor lebih tegas agar tidak banyak catatan BPK terhadap laporan kinerja dan keuangan Pemkot Bogor. Ketiga, DPRD meminta Pemkot Bogor segera menyelesaikan tindak lanjut temuan dan rekomendasi LHP BPK walaupun sudah melewati tenggat waktu 60 hari berakhir dan melaporkan secara tertulis progress report dari tindak lanjut tersebut kepada DPRD. “Keempat, perlu disepakati reward and punishment bagi SKPD yang tercapai atau tidak tercapai dalam serapan anggaran. Kelima, walaupun sudah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), pemkot jangan cepat puas dan tetap bersemangat untuk bekerja lebih baik serta terus mempertahankannya,” terangnya. Pemkot Bogor-DPRD sendiri mengadakan rapat paripurna PP-APBD 2020 secara hybrid. Di mana Wali Kota Bogor Bima Arya beserta pimpinan DPRD Kota Bogor yakni Wakil Ketua I Jenal Mutaqin, Wakil Ketua II Dadang Iskandar Danubrata dan Wakil Ketua III Eka Wardhana mengikuti rapat secara langsung dari ruang rapat paripurna gedung DPRD Kota Bogor, Jumat (30/7). Sedangkan anggota DPRD Kota Bogor, kepala SKPD, lurah hingga camat se-Kota Bogor mengikuti rapat secara online melalui zoom meeting. Anggota DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya, mengaku kecewa atas tingginya Silpa APBD 2020 yang terkuak dalam rapat paripurna. Politisi PDI Perjuangan itu menyebutkan tingginya Silpa hingga Rp327 miliar menunjukkan bahwa uang yang seharusnya dinikmati rakyat tidak terserap maksimal. Menurutnya, 2020 adalah tahun awal dampak pandemi Covid-19 dan tahun ini pandemi belum juga usai. “Anggaran itu seharusnya bisa dikucurkan untuk berbagai program di segala aspek untuk menunjang berjalannya pembangunan guna memacu perputaran roda ekonomi di Kota Bogor,” paparnya. Legislator dua periode itu menuturkan, hal tersebut merupakan dampak dari perencanaan yang tidak terukur dan akhirnya sejumlah program mandek. “Akhirnya apa berdampak pada program yang harusnya menyejahterakan rakyat yang harusnya bisa dinikmati di masa pandemi Covid-19 hampir dua tahun terakhir,” terangnya. Sebagai anggota DPRD yang duduk di Komisi I, ia berharap anggaran 2021 bisa terserap maksimal. “Sebab, semua kita tahu tahun ini adalah tahun prihatin. Masyarakat dalam kondisi sulit. Jika ada regulasi untuk menggeser anggaran 2021, saya berharap ada program bagi kepentingan masyarakat di sektor kesehatan dan kesejahteraan untuk membangun ekonomi yang dimulai dari arus bawah,” tandas Atty. (ryn/yok/py)