METROPOLITAN - Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Bogor menyambut baik relaksasi pajak yang diberikan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Mulai Agustus ini, pemkot memberikan keringanan pajak yang berlaku awal Agustus 2021. Kebijakan itu merupakan salah satu buntut PHRI yang sempat menyurati Wali Kota Bogor Bima Arya untuk meminta keringanan pajak dari dampak menurunnya tingkat hunian atau okupansi hotel. Ketua PHRI Kota Bogor, Yuno Labeta Lahay, mengatakan, Pemkot Bogor sudah menyetujui untuk memberikan keringanan pajak agar pengusaha hotel dan restoran dapat terbantu di tengah pandemi Covid-19. ”Sudah ada keputusannya, yakni kita bisa menunda pajak Juli, Agustus sampai 27 September untuk pajak hotel dan restoran,” kata Yuno, Kamis (12/8). ”Alhamdulillah buat teman-teman cukup terbantu,” sambungnya. Menurutnya, PHRI mengajukan permintaan relaksasi agar sesuai kewenangan pemerintah daerah. Karena itu, permintaan yang diajukan hanya mengacu pada kewenangan Pemkot Bogor. ”Kita nggak maksa, jadi yang di bawah kewenangan pemkot saja yang diminta untuk kelonggaran pajak diberikan,” ujarnya. Meski begitu, Yuno meminta Satgas Covid-19 Kota Bogor melakukan evaluasi penerapan ganjil-genap karena dianggap memberatkan pengusaha kafe dan restoran. ”Kalau yang berdasarkan Inmendagri sesuai PPKM Level 4 itu keputusan pusat, kan daerah tinggal mengikuti. Hanya modifikasi daerah seperti ganjil-genap yang minta dievaluasi,” kata Yuno. Menurutnya, ini sangat berdampak dan sudah ada pembatasan ditambah ganjil-genap, meski saat ini sudah ada pelonggaran dine in. ”Tapi kan yang dibolehkan yang memiliki fasilitas ruang terbuka. Selebihnya itu take away delivery,” kata lulusan Sekolah Regina Pacis itu. Saat ini, tambah dia, tingkat okupansi hotel mengalami peningkatan jika dibandingkan penerapan awal PPKM Darurat. Kisarannya masih menginjak 15-16 persen. ”Saat awal itu kan 8-9 persen, ada peningkatan sedikit. Normalnya 65-70 persen. Akhir pekan juga tetap rendah,” katanya. Yuno khawatir jika kondisi pergerakan ekonomi belum membaik serta kasus Covid-19 terus naik akan banyak pengusaha yang gulung tikar. ”Karena yang jadi masalah kalah di arus kas, kita biasa hidup di arus kas, sedangkan kegiatan hari-hari minus. Sangat rentan punya cicilan ke bank dan itu yang kasihan karena belum ada relaksasi di dunia perbankan,” katanya. Sementara itu, Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bogor, Lia Kania Dewi, mengatakan, sesuai Peraturan Wali Kota Nomor 88 Tahun 2021, Pemkot Bogor memberikan relaksasi pajak. ”Pertama diskon BPHTB 10 persen bagi yang membayar pajak sejak 2 Agustus hingga 30 September 2021,” kata Lia. Selain itu, Pemkot Bogor juga memberlakukan penundaan jatuh tempo pembayaran pajak dan penghapusan sanksi administrasi denda bagi wajib pajak hotel, restoran, hiburan dan parkir. ”Penundaan jatuh tempo pembayaran pajak untuk masa pajak Juli dan Agustus adalah 27 September. Penghapusan sanksi administrasi denda keterlambatan untuk masa pajak sampai Juni 2021 yang melakukan pajak sejak 2 Agustus sampai 27 September 2021,” sambungnya. Lalu, terhadap STPD sanksi administrasi denda keterlambatan yang sudah terbit bagi wajib pajak yang sudah melakukan pembayaran pokok. ”Aturan normal karena akan jatuh liqudasi aset, Juli-Agustus belum bayar, bisa lebih cepat dan harus jadi perhatian. Sebab, dampaknya bisa pengangguran pajak. Makanya dilakukan pembatalan STPD tanpa permohonan wajib pajak,” ujarnya. ”Ini baru berlaku sejak 2 Agustus. Alhamdulillah, animo wajib pajak baik memanfaatkan momen tersebut,” sambungnya.(yok/py)