METROPOLITAN – Anggota DPRD Kota Bogor yang juga Sekretaris Komisi II DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya, menyoroti persoalan minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol) yang belakangan ramai jadi perbincangan di Kota Bogor. Hal tersebut diungkapkan dalam rapat kerja dengan Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan Perindustrian (Diskop UKM-Perdagin) di ruang rapat Komisi II DPRD Kota Bogor, Kamis (27/1). Salah satunya membahas terkait izin penjualan minol yang marak dijajakan di kafe dan restoran serta Tempat Hiburan Malam (THM) di Kota Bogor. Sekadar diketahui, untuk izin menjual minol golongan A atau alkohol di bawah 5 persen ada di pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sedangkan untuk izin minol golongan B dan C perlu ada rekomendasi dari pemerintah daerah. “Resto mana saja, kafe mana saja yang telah mengantongi izin penjualan minuman beralkohol diatas 5 persen yang termasuk golongan B dan C hingga di atas 45-55 persen kandungan alkoholnya,” katanya saat rapat Kamis (27/1). Ia menyinggung ucapan Wali Kota Bogor, Bima Arya, dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Pemkot Bogor beberapa waktu lalu bahwa dirinya tidak akan pernah mengeluarkan rekomendasi izin penjualan minol di atas 5 persen di Kota Bogor. “Harus dibuktikan ucapan dan tindakannya. Kalau yang sudah terbit, yang sudah keluar izinnya, harus dicabut. (Hal itu harus dilakukan) Kalau memang Kota Bogor ingin bebas dari penjualan minuman beralkohol di atas 5 persen,” jelas Atty. Ia pun meminta data akurat dari Dinas KUKM-Perdagin untuk menyerahkan data sebagai bahan kajian dan evaluasi. Atty menjelaskan, pada Perwali 74 Tahun 2015, diatur secara jelas bahwa pelaku usaha yang boleh menjual minol di atas 5 persen yakni resto dan hotel bintang 3 ke atas. Saat diperlihatkan data oleh dinas terkait dalam rapat tersebut, terkuak juga bahwa ada satu pelaku usaha yang memiliki izin minol diatas 5 persen atau golongan B-C. Baginya, hal itu menjadi hal yang bertolak belakang lantaran wali kota menegaskan tidak akan mengeluarkan rekomendasi untuk izin minol golongan B-C. “Ada satu (pelaku usaha, red) dikeluarkan izinnya (minol B-C) pada Agustus 2021. Data yang diterima dari penjualan minol di atas 5 persen, masih ada di salah satu resto yang punya izin. Itu kan bertolak belakang,” terangnya. Sementara itu, Kepala Dinas KUKM Perdagin Kota Bogor, Ganjar Gunawan, membenarkan ada salah satu pelaku usaha di Kota Bogor yang sudah mengantongi izin minol golongan B-C. Ia beralasan izin sudah keluar dengan dasar sesuai Perwali Nomor 74 Tahun 2015. Isinya, jika pelaku usaha ingin menjual minol golongan B-C, maka harus memiliki sertifikasi bintang tiga ke atas. “Kalau jual (minol) golongan B-C, maka syaratnya sesuai Perwali 74 Tahun 2015 itu harus punya sertifikasi bintang 3 ke atas,” ujarnya. Di sisi lain, Ganjar menjelaskan, penjualan minol tersebut meliputi beberapa rantai. Pertama rantainya dari importir, kemudian ke distributor, kemudian sampai ke sub distributor. Lalu sampai ke pengecer dan penjual langsung. “Ini izinnya mereka dikeluarkan dari Kementerian Perdagangan melalui Online Single Submission (OSS). Kecuali kategori penjual langsung dengan golongan B dan C, saya bilang tadi, dikeluarkan dari daerah masing-masing,” kata Ganjar. Dari situ, mereka yang telah mengantongi izin dari Kementerian Perdagangan memiliki Surat Keterangan Penjualan Langsung (SKPL-A). “SKPL-A inilah yang dimiliki dan menjadi bekal, kita tidak bisa kontrol karena yang keluarkan kementerian. Si kafe resto ini, dia harus memiliki izin penjual langsung, kalau dia jual Golongan A, maka harus mengurus SKPL-A di Kemendag. Sementara kafe resto yang ada sekarang itu, kenapa nggak punya izin penjual langsung Golongan B-C? karena mereka tidak memiliki sertifikasi bintang 3,” tuntas Ganjar. (ryn/eka/ py)