Pemerintah diminta membendung gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) buruh di Kabupaten Bogor. Sebab, hal tersebut membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. KETUA Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bogor, Alexander Frans, mengatakan bahwa angka PHK di Kabupaten Bogor cukup mengkhawatirkan. Sepanjang 2022, pihaknya mencatat ada sekitar 18 ribu pegawai dari 13 perusahaan yang mengalami PHK, baik karena pengurangan tenaga kerja ataupun perusahaan gulung tikar. “Kondisi ini perlu perhatian serius pemerintah pusat maupun daerah dalam mengatasinya, karena ini menyangkut tenaga kerja yang harus dilindungi,” ujar Alex, Jumat (4/11). Menurutnya, angka tersebut membuat Kabupaten Bogor menempati urutan kedua PHK tertinggi di Jawa Barat. Secara keseluruhan, di Jawa Barat terdapat 62 ribu pegawai dari 109 perusahaan yang mengalami pengurangan tenaga kerja. Lalu, sekitar 11 ribu pegawai dari 17 perusahaan kehilangan pekerjaan karena tempat kerjanya tak beroperasi lagi. Alex menilai perlu perhatian pemerintah dalam mengatasi hal tersebut. Misalnya, mendorong perusahaan dengan berbagai insentif, mengurangi birokrasi perizinan dan investasi baru di Jawa Barat. Ia menganggap gelombang PHK terjadi karena tidak ada aturan dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah yang dapat mengakomodasi kesulitan bagi perusahaan padat karya dalam membayar upah pegawai sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK). “Semakin hari jarak antara UMK dengan kemampuan perusahaan padat karya untuk membayar upah semakin besar. Apalagi, begitu banyak kepentingan yang berbeda di antara tiga unsur Tripartit di daerah maupun pusat (pemerintah, serikat pekerja dan perusahaan, red) terkait pengupahan ini,” ungkapnya. Mewakili perusahaan, Apindo berharap semua pihak konsisten dalam menjalankan UUCK 2020 dan PP Nomor 36 Tahun 2021. ”Hal ini perlu dilakukan untuk menyelamatkan kegiatan usaha perusahaan dan kesinambungan kerja para pekerja,” tandasnya. (fin/eka/py)