Kondisi ini membuka ruang bagi kombinasi baru sekaligus memberi tekanan bagi Martinez untuk menilai efektivitas tim tanpa kehadiran sang kapten.
Situasi ini mengingatkan pada kasus Wayne Rooney pada 2006, ketika hukumannya dikurangi meski melakukan tindakan kekerasan.
Namun Ronaldo kini berada pada fase karier berbeda, dengan pengaruh yang jauh lebih luas di dalam dan luar lapangan, membuat setiap keputusan tentang dirinya menjadi sangat kompleks.
Baca Juga: Update Kasus Adam Alis vs Polisi Malaysia, PDRM akan Gandeng Interpol
Ronaldo juga merupakan aset global. Dengan lebih dari satu miliar pengikut di media sosial, kehadirannya penting bagi pemasaran Piala Dunia.
FIFA tentu memahami daya tarik komersial Ronaldo, terutama untuk turnamen yang akan digelar di Amerika Utara, pasar yang tengah ingin mereka kembangkan.
Di sisi teknis, peran Ronaldo berubah. Mobilitasnya menurun dan ia kini lebih berfungsi sebagai finisher di kotak penalti.
Baca Juga: Harga Emas Hari Ini 19 November 2025: Galeri24 dan UBS Anjlok
Meski tetap berbahaya, bek-bek top dunia lebih mampu membaca pergerakannya. Kondisi ini membuat perdebatan tentang kelanjutan perannya dalam tim semakin relevan.
Sementara itu, Portugal memiliki kedalaman skuad yang mumpuni. Kemenangan 9-1 atas Armenia menjadi bukti bagaimana tim bisa tampil lepas tanpa Ronaldo.
Bruno Fernandes dan Joao Neves mencetak hattrick, diikuti kontribusi dari Goncalo Ramos, Renato Veiga, dan Francisco Conceicao.
Baca Juga: Jam dan Lokasi Operasi Zebra 2025 di Kota Bogor, Titik Pemeriksaan di Mana Saja?
Namun mengakhiri era Ronaldo bukanlah langkah sederhana. Ia berdiri sejajar dengan legenda seperti Eusebio dan telah memberikan berbagai pencapaian besar untuk Portugal.
Keputusan untuk "menutup bab" Ronaldo membawa risiko emosional dan politis.
Pada akhirnya, kebutuhan tim harus menjadi prioritas. Portugal memiliki lini tengah dan lini serang yang diisi talenta elite seperti Bernardo Silva, Joao Neves, Ruben Neves, Vitinha, Matheus Nunes, Bruno Fernandes, hingga Rafael Leao.