METROPOLITAN.ID - Pengamat Politik yang juga Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Prof. Burhanuddin Muhtadi menilai Partai Persatuan Pembangunan (PPP) harus merangkul kaum muda demi kembali bercokol di DPR RI.
Setelah pada Pemilu 2024 lalu gagal masuk Senayan lantaran perolehan suara tidak memenuhi syarat ambang batas presidential threshold.
Hal itu diungkapkan Burhanuddin Muhtadi usai menjadi narasumber dalam 'Kolokium Transformasi PPP untuk Indonesia' yang digagas DPW PPP Jawa Barat di Koteshu Cafe, Kota Bogor, Kamis 30 Januari 2025.
Baca Juga: Aliansi Mahasiswa Gelar Aksi Demo 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran di Istana Bogor, Ini Tuntutannya
Selain Burhanudin Muhtadi, beberapa narasumber yang hadir yakni akademisi dan tokoh PPP Endin A.J Soefihara dan pegiat sosial politik muda Nadia Hasna Humaira.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengaku sudah pernah mewanti-wanti pimpinan PPP sebelum Pemilu 2024 lantaran hasil survei saat itu masih di angka 3 persen. Padahal syarat ambang batas parlemen sebesar 4 persen.
Ia menilai, PPP gagal masuk ke Senayan karena tren suara yang terus menurun.
Baca Juga: Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Janji Perjuangkan Aspirasi Buruh dan Guru Honorer
Burhanudin mencontohkan, pada Pemilu 2019, PPP hanya mendapatkan 4,5 persen suara di Pileg DPR RI. Setelah itu, timbul persoalan internal yang akhirnya menyebabkan suara PPP pada Pemilu 2024 hanya mendapatkan 3,87 persen suara.
"Meski di daerah lain suara PPP turun, tapi di wilayah Jawa Barat, kursi DPRD provinsi-nya malah naik. Awalnya hanya 3 jadi 6 kursi. Jadi, Jawa Barat masih bisa dianggap sebagai salah satu basis suara dari PPP,” ujar dia.
Burhanuddin mengungkapkan, tantangan kedepan tentu akan berat karena partai pernah tak lolos ambang batas parlemen biasanya sulit kembali masuk Senayan.
Ia menilai, ada beberapa skenario yang harus dilakukan PPP. Diantaranya, sejak dini memilih caleg berkualitas serta memiliki pimpinan atau ketua umum yang punya daya tarik.
“Perlu diingat juga, agar terus memperhatikan dapil yang sudah memiliki kursi atau yang sudah menjadi basis. Dan diperhatikan juga dapil yang dianggap biasa-biasa saja, namun saat pemilu terakhir mendapatkan kursi. Nah, sisanya tinggalkan saja dan prioritas di dapil-dapil tersebut,” imbau dia.