METROPOLITAN – Dinasti politik di Indonesia tumbuh subur dan banyak dilakukan elite politik. Hal itu terjadi lantaran mendapat dukungan dan difasilitasi partai politik itu sendiri. Dugaan tersebut disampaikan Koordinator Indonesian Corruptiondinasti Watch (ICW) Adnan Topan Husodo di sela diskusi di Jakarta Pusat, kemarin. ”Dinasti politik yang berkembang tidak independen, justru dinasti politik di Indonesia difasilitasi dan didukung parpol,” kata Adnan kepada wartawan, kemarin.
Kuatnya dinasti politik karena saat ini parpol juga mulai dikuasai hanya segelintir orang dan pengusaha. Dengan kuatnya elite parpol sehingga sudah diibaratkan sebagai perusahaan yang kekuasaannya turun-temurun agar pendanaan mereka jelas. Efek dari dinasti politik membuat peluang korupsi dalam partai politik semakin terbuka lebar. Oleh karena itu, dia menyarankan agar pendanaan partai politik benar-benar terbuka.
”Masyarakat tidak mengetahui sumber pendanaan partai politik, karena kadang-kadang politisi dan pengusaha hubungannya sangat erat. Inilah yang menimbulkan pengusaha dengan politisi melakukan hubungan intens, mereka pengusaha, mereka juga politisi,” paparnya.
Di tempat yang sama, Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said mengatakan, transparansi keuangan partai politik sangat penting. Apalagi, sumber keuangan partai politik berasal dari APBN. Jika menggunakan APBN, maka ada kewajiban keuangan partai politik diaudit karena itu uang negara dari pajak rakyat.
Jika itu dilakukan, ia meyakini jika peluang korupsi sedikit tertutup dan membuka peluang bagi orang baik untuk menjadi pemimpin. Pasalnya, syarat pemimpin tak lagi diukur berdasarkan kemampuan calon mengeluarkan biaya untuk merebut kursi. Kemampuan pribadi akan lebih diutamakan.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Klaten Sri Hartini dan tujuh lainnya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Jumat (30/12/16). Dari OTT di Klaten, KPK menyita uang dalam kardus sekitar Rp2 miliar ditambah 100 dolar AS dan sejumlah dokumen. Penangkapan tersebut diduga berkaitan dengan pengisian jabatan di sejumlah posisi di Pemkab Klaten.
Sri Hartini merupakan bupati Klaten periode 2016-2021 yang baru dilantik pada 17 Februari 2016. Politikus PDI Perjuangan itu berpasangan dengan Wakil Bupati Klaten terpilih Sri Mulyani. Sebelum menjadi bupati Klaten, Sri Hartini merupakan wakil bupati Klaten 2010-2015 dan berpasangan dengan bupati Sunarna yang menjabat dua periode (2005-2015). Sunarna tak lain suami Sri Mulyani. Sri Hartini adalah istri mantan Bupati Klaten Haryanto Wibowo periode 2000-2005. Haryanto pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus proyek pengadaan buku paket tahun ajaran 2003/2004 senilai Rp4,7 miliar dan penggunaan dana APBD untuk perjalanan ke luar negeri. Kasus ini diberhentikan karena Haryanto meninggal dunia.
(rmo/ram/py)