Saat ini, Irvan juga menjabat sebagai ketua sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang fokus menangani masalah pidana pemilu. Profesinya saat ini memang jauh dari aktivitasnya dulu ketika masih mengajar di SD dan SMP.
“Di sini saya mendapat suasana baru, pengalaman baru dan dunia baru. Menangani masalah pemilihan sangat berkesan walaupun memang menyita waktu dan pikiran. Tapi bagi saya menjadi guru atau pengawas pemilu sama-sama memberi pengabdian. Jadi intinya masih satu jalur,” kata Irvan saat ditemui di ruang kerjanya.
Diakuinya, menjadi penyelenggara pemilu memang membuat waktunya tak sebebas ketika menjadi guru. Tidak ada tanggal merah dan jam kerja yang pasti, bahkan tak jarang lelaki kelahiran Desa Cibitungkulon, Kecamatan Pamijahan ini, tidak pulang ke rumah karena harus menangani masalah pemilu. Beruntung, ayah dua anak ini memiliki keluarga yang mengerti profesinya karena sejak awal memang sudah aktif di berbagai organisasi.
“Sekarang sering pulang malam. Malah kadang nggak pulang. Ini konsekwensi, kelurga sudah sangat memahami karena memang dari dulu sudah sibuk di organisasi,” ungkap Irvan yang sebelumnya aktif di organisasi Pemuda Muhammadiyah.
Di Pilkada ini, Irvan melihat ada tiga unsur yang menentukan berkualitas atau tidaknya Pilkada 2018. Yaitu penyelenggara pemilu seperti Panwaslu dan KPU, peserta pemilu seperti calon dan parpol dan pemilih atau masyarakat. Penyelenggara harus menjaga integritas, peserta harus taat aturan dan pemilih harus rasional. Jika poin ini terpenuhi, ayah dua anak ini yakin cita-cita pemilu berkualitas bisa tercapai.
“Ketiganya harus selaras, tida bisa timpang. Dari penyelenggara sudah cukup baik, peserta juga meski ada beberapa catatan. Yang jadi PR besar adalah pemilih. Bagaimana pendidikan politik itu harus dilakukan terus menerus. Maka kami berharap semua elemen termasuk ikut mlekukan pendidikan politik,” harapnya.
(fin/dik/c/run)