Kegiatan tersebut menjadi rangkaian Festival Pancakarsa dengan tema Festival Tumpeng dan Cucurak. Acara itu juga dimeriahkan dengan kegiatan kemasyarakatan lainnya seperti senam dua jari, stan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) hingga lomba tumpeng yang kemudian dinikmati bersama-sama. “Tradisi cucurak harus terus dilestarikan sebagai kearifan lokal yang menjadi ciri khas masyarakat Kabupaten Bogor,” kata Ade Yasin kepada Metropolitan.
Menurutnya, tema cucurak dipilih karena bertepatan dengan jelang Bulan Suci Ramadan. Selain itu, Ade Yasin ingin setiap kegiatan kampanyenya bernilai edukasi dan melibatkan partisipasi masyarakat. “Metode kami metode baru, fun campaign. Sifatnya edukatif sekaligus menginformasikan program yang kami usung. Contohnya dengan permainan tradisional, pagelaran seni dan budaya, gowes, senam, kirab pencak silat, pawai dongdang dan lain-lain. Ini ada nilai edukasinya dan masyarakat bisa berpartisipasi aktif dan datang dengan sendirinya,” ungkapnya.
Sementara itu, calon wakil bupati Bogor Iwan Setiawan mengatakan, cucurak biasanya dilakukan dengan berkumpul bersama keluarga, tetangga, teman dan lainnya sambil makan bersama. Meski demikian, dirinya menganggap esensi cucurak bukan hanya terletak pada makan bersama, tetapi memiliki nilai kebersamaan dan saling memaafkan. “Esensinya bukan cuma makan-makan bersama, tetapi juga saling bermaafan dan saling mendoakan jelang Ramadan,” terang Iwan.
Karena memiliki nilai positif, Iwan ingin tradisi ini bisa terus lestari. Di Festival Pancakarsa kali ini, acara makan bersama dilakukan dengan hidangan nasi tumpeng yang sebelumnya dilombakan. “Setiap wilayah beda-beda, kalau di Cianjur itu namanya papajar. Maka kami ingin tradisi yang sarat gotong-royong ini juga bisa terus dilestarikan,” ungkapnya. (fin/dik/e/run)