METROPOLITAN - Pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo soal kampanye di lembaga pendidikan sempat mendapat sorotan karena dinilai multitafsir. Meski demikian, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bogor menegaskan bahwa lembaga pendidikan tetap tidak boleh digunakan untuk kampanye politik. Ketua Bawaslu Kabupaten Bogor Irvan Firmansyah mengatakan, soal polemik larangan kampanye di lembaga pendidikan, pihaknya tetap berpegang teguh pada aturan yang ada. Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 Huruf H, disebutkan bahwa pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. “Kami tetap mengacu pada aturan undangundang yang ada,” tegas Irvan. Selain itu, Irvan menegaskan soal larangan keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam kampanye pemilu 2019. Sehingga, jelas pernyataan Mendagri yang Memb olehkan kampanye di lembaga pendidikan dengan syarat melibatkan ASN untuk mendampingi dan tidak menggunakan anggarandaerah juga tidak diperbolehkan. “Keterlibatan ASN, kepala desa, Badan Pemusyawaratan Desa, TNI dan Polri dalam kampanye caleg dan parpol itu masuknya pidana. Maka sudah jelas jika terbukti dan diketahui terlibat dalam kampanye, sanksinya pidana,” terangnya. Sesuai aturan, ancaman pidana bagi para ASN yang terlibat dalam kampanye politik juga termaktub di UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 493- 494. Ancaman kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp 12 juta. Tak hanya itu, menurutnya, partai politik atau calon legistlatif maupun ASN yang terbukti mengajak ASN untuk masuk dalam tim pemenangan kampanye juga akan dikenakan sanksi. Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo sempat mengeluarkan pernyataan bahwa tidak masalah bila sekolah dan pesantren menjadi tempat kampanye. Catatannya, asal tidak menggunakan anggaran daerah dan mengajak Aparatur Sipil Negara. “Nggak ada masalah, kan sekolah-sekolah, pondok pesantren kan punya hak pilih, SMA kan punya hak pilih,” terang Tjahjo. (fin/b/sal/run)