METROPOLITAN - Tim sukses kedua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) membuat kesepakatan terkait debat. Ada sejumlah poin yang disepakati. Salah satu masing-masing pasangan hanya boleh membawa 100 massa pendukung. Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Priyo Budi Santoso mengatakan pihaknya dan Tim Kerja Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf telah bersepakat soal hal teknis debat pertama capres dan cawapres pada 17 Januari 2019. Pertama soal tempat debat pertama disepakati di Jakarta, dengan kapasitas pendukung dibatasi 200 orang, jadi 100 orang per kubu," kata Priyo. Tentang jadwal debat, lanjut dia, akan dihelat sebanyak lima kali sepanjang masa kampanye. Format dihadirkan adalah dua kali debat antar capres-cawapres, debat antar-capres dua kali, dan debat antar-cawapres. "Jadi total lima, dan kami tadi minta jangan ada yang seperti menyerang karena ini dua calon pemimpin bangsa, dan kami apresiasi hal itu disepakati oleh kubu sebelah," jelas Sekjen Partai Berkarya ini. Terkait materi debat, menurut Priyo hal itu menjadi kewenangan KPU. Namun pastinya, akan ada lima pokok materi yang menjadi inti dalam debat, seperti hukum, pemberantasan korupsi, HAM, politik dan keamanan internasional. "Kami juga ada tema khusus yakni ekonomi infrastruktur dan tema energi pangan jadi kita sedang kelompokan ini," kata dia. Senada dengan Priyo, Direktur Program Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo - Ma'ruf Amin, Aria Bima mengutarakan dukungannya atas kesepakatan bersama dalam rapat ini. "Jadi intinya kami dan paslon 02 sama-sama ingin saling damai, menciptakan debat yang baik," singkat Aria. Sebelumnya, Komisioner KPU menggelar rapat persiapan agenda debat capres-cawapres bersama tim pemenangan dari kedua kubu capres-cawapres. Berbagai hal dibahas dalam rapat tertutup ini. Termasuk usulan agar debat juga diselenggarakan di Aceh dan Papua. Namun, KPU menolak usulan tersebut. Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, hal yang menjadi pertimbangan penolakan usulan tersebut karena lokasi yang cukup jauh dari Jakarta. Konsekuensinya biaya yang dibutuhkan akan cukup besar. "Nggak, nggak jadi (di Aceh dan Papua)," ujarnya. "Jauh. Biayanya banyak. Terus energinya besar karena pasti tim dari Jakarta harus berangkat ke sana semua. Energinya besar dan (pertimbangan) waktu," lanjut dia. (lip/els)