METROPOLITAN - Pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) calon anggota legislatif (caleg) di Kota Bogor banyak yang tidak sesuai aturan. Mudah sekali menemukan APK terpasang di tempat terlarang seperti pohon, tiang listrik, jalur hijau, jalan protokol dan lainnya. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor pun sebetulnya sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang pemasangan APK.
Ketua KPU Kota Bogor Samsudin mengatakan, keputusan tersebut tertuang dalam SK nomor 94/PL.01.5- Kpts/3271/KPU-Kot/IX/2018 tentang Lokasi Pemasangan APK dalam Penyelenggaran Pemilu 2019. Di SK tersebut, KPU sudah menentukan titik pemasangan APK di kecamatan dan kelurahan. Umumnya, setiap kelurahan terdapat satu sampai lima spot pemasangan APK yang telah ditentukan. SK ini sudah disosialisasikan ke peserta pemilu agar ditaati bersama. Di luar lokasi yang telah ditentukan, KPU menganggap APK tersebut melanggar aturan. Menurut Samsudin, penentuan spot pemasangan APK dirumuskan bersama camat, lurah, Dinas Perhubungan (Dishub), dinas pertamanan hingga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sehingga semua pihak sudah ter-cover dalam penyusunan SK ini. Lurah dan camat dilibatkan untuk melihat ketersediaan tempat pemasangan di wilayah masing-masing. Dengan Dishub, KPU berkoordinasi terkait rambu-rambu lalu lintas yang tidak boleh tertutup. Termasuk tidak boleh memasang APK di jalur cepat, di jembatan hingga di tiang listrik. Dengan dinas pertamanan, KPU menentukan pemasangan dengan melarang APK di taman dan tidak boleh memaku pohon. “Kami sudah sampaikan ke parpol dan SK ini mengikat,” katanya. KPU memang diberi kewenangan menentukan titik-titik pemasangan APK dan mengeluarkan SK. SK ini menjadi acuan semua pihak untuk mematuhinya, termasuk Bawaslu. Jadi Bawaslu punya semcam acuan. Kalau ada peserta pemilu yang memasang APK tidak sesuai SK, maka termasuk kategori melanggar,” terang Samsudin. Selain tempat pemasangan, KPU juga mengatur jumlah dan ukuran APK yang boleh dipasang. Samsudin menjelaskan ada dua kategori APK. Pertama, APK yang difasilitasi langsung KPU dan kedua yang dibuat peserta pemilu atau APK tambahan. Untuk APK yang difasilitasi, KPU menyediakan 16 spanduk per parpol, 16 baliho per parpol, sepuluh spanduk untuk DPD dan sepuluh spanduk serta sepuluh baliho untuk dua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Selanjutnya, untuk APK tambahan, peserta pemilu boleh membuat sendiri APK dengan jumlah dan ukuran yang sudah disepakati bersama. Untuk Kota Bogor, masing-masing peserta pemilu atau parpol boleh membuat baliho dan spanduk maksimal sepuluh di tiap kelurahan. Jika ditotal, masing-masing parpol bisa membuat 680 spanduk dan 680 baliho se- Kota Bogor. “Untuk ukuran, karena space-nya terbatas, baliho itu maksimal 3x5 meter dan spanduk 4x1,2 meter. Ini sudah melalui pertimbangan teknis pemasangan dan ketersediaan space,” ungkapnya. Samsudin menegaskan, aturan ini berlaku untuk peserta pemilu yaitu parpol, bukan caleg. Misalkan satu partai dijatah sepuluh baliho dan sepuluh spanduk di tiap kelurahan. Jika di kelurahan tersebut parpol atau caleg sudah membuat sembilan, maka sisa jatah pemasangan APK-nya tinggal satu. Untuk itu, caleg diminta berkoordinasi dengan parpol agar pemasangannya tidak melanggar tempat yang dilarang dan jumlah yang ditentukan. Atau misalkan di kelurahan itu sudah ada sepuluh caleg yang membuat spanduk maka habis jatah si parpol itu. Untuk mengontrolnya, kembali lagi ke kemampuan parpol untuk memenej caleg. Samsudin mengatakan, caleg itu petugas partai yang ditugaskan menjadi caleg. Peserta pemilu tetap parpol dan pasangan calon. Ketika si caleg akan membuat APK, diharapkan memberi laporan dan konfirmasi ke parpol. Sehingga parpol bisa menghimpun dan memastikan jumlahnya tidak melebihi aturan. “Kalau ada pelanggaran, Bawaslu juga menegurnya bukan ke caleg, tapi ke parpolnya,” pungkasnya. (fin/c/ els/run)