METROPOLITAN - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sedang goyah. Sejumlah kader mundur massal. Partai yang dinakhodai Grace Natalie ini merupakan partai baru yang lolos verifikasi KPU untuk melaju ke Pemilu 2019. Ada puluhan kader di Sulawesi yang menyatakan mundur. Tiga di antaranya merupakan calon legislatif atau caleg PSI untuk DPRD Parepare, Sulsel.
Salah satu kader PSI, Aditya Putra mengungkapkan penyebab ia bersama rekan-rekannya mundur sebagai kader PSI. Menurutnya, kepengurusan partai yang amburadul menjadi salah satu penyebab seluruh kader PSI mundur. ”Kami memutuskan dengan beberapa poin, pertama struktur kepengurusan yang tidak jelas. Ada pengurus yang diberikan SK dan sebagian hanya ditunjuk secara lisan,” ujarnya, Selasa (5/2). Dia menjelaskan, para kader yang mengundurkan diri ini juga karena selama ini tidak transparansi mengenai pengelolaan keuangan dan operasional partai. ”Selain itu selama ini tidak pernah ada rapat yang menghadirkan anggota serta agenda politik partai di Parepare,” ujarnya. Sementara itu, kader lain yang mundur, Hendro menyindir terkait transparansi dan keterbukaan partai.”Katanya terbuka dan progresif ternyata kosong,” katanya. Pengunduran diri puluhan kader di Kota Parepare ditanggapi santai PSI. Hal ini disampaikan Ketua DPD PSI Parepare, Andi Iqbal Usman mengirimkan klarifikasi Ketua DPW PSI Sulsel, Muh Fadly Noor. ”Pengunduran diri dalam suatu organisasi adalah hal yang wajar. PSI menghormati keputusan setiap kader untuk mundur dari partai dan memberi apresiasi atas kontribusi mereka selama ini,” ujarnya. Terkait beragam tudingan yang beredar, lanjutnya, beberapa waktu lalu para mantan kader PSI tersebut telah bertemu dan menerima penjelasan langsung dari DPW PSI Sulsel bahwa DPD PSI Parepare tidak mengelola dana operasional baik dari DPP PSI maupun DPW. Dia mengatakan, PSI sebagai partai baru tidak seperti partai lainnya yang memiliki dan mengelola dana operasional. Di PSI, semangat anak muda yang menjadi modal utama untuk pergerakan. ”Ini adalah seleksi alam dalam ber-PSI. Tidak ada tempat untuk cara-cara dan paradigma lama, sebagaimana kata Soekarno: yang tak murni, terbakar mati,”jelasnya. (tib/els)