Gugurnya ratusan petugas pemilu jadi duka mendalam pada perayaan pesta demokrasi 2019. Dari jumlah tersebut, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) mencatat petugas pemilu yang paling banyak meninggal ada di Jawa Barat (Jabar) dengan jumlah mencapai 177 jiwa.
DATA Kemenkes RI hingga 13 Mei 2019 mencatat total keseluruhan petugas pemilu yang meninggal mencapai 498 jiwa. Posisi pertama ditempati Jabar dengan 177 jiwa, selanjutnya Jawa Timur 82 jiwa, Jawa Tengah 44 jiwa, Banten 29 jiwa, Kalimantan Barat 26 jiwa, Sumatera Selatan 25 jiwa, Lampung 23 jiwa, DKI Jakarta 18 jiwa, Yogyakarta sepuluh jiwa, Kalimantan Selatan delapan jiwa, Bengkulu tujuh jiwa, NTB tujuh jiwa, Riau tujuh jiwa, Kalimantan Tengah enam jiwa, Kalimantan Timur enam jiwa, Jambi enam jiwa, Sulawesi Tenggara enam jiwa, Kepulauan Riau empat jiwa, Bali dua jiwa, Maluku dua jiwa, Sulawesi Utara dua jiwa dan Sumatera Barat satu jiwa.
Data tersebut diterima Kemenkes pada Senin (13/5), berdasarkan laporan dari setiap dinas kesehatan di kota/kabupaten hasil koordinasi.
Dari 24 provinsi itu, diketahui lokasi meninggalnya petugas pemilu di rumah sakit sebanyak 61 jiwa dan di luar rumah sakit sebanyak 95 jiwa. Sementara itu, masih ada 342 jiwa yang masih dalam proses inventarisasi Dinas Kesehatan dan rumah sakit di masing-masing provinsi terkait lokasi meninggalnya.
Jika dilihat dari usia, korban meninggal paling banyak usianya berkisar antara 50-59 tahun dengan jumlah 65 jiwa. Sisanya di bawah 19 tahun sebanyak 12 jiwa, 20-29 tahun sembilan jiwa, 30-39 tahun 22 jiwa, 40-49 tahun 44 jiwa, 60-69 tahun 26 jiwa dan 70 tahun ke atas sebanyak sebelas jiwa.
Hingga Senin pukul 15:00 WIB, hasil investigasi penyebab meninggalnya petugas pemilu masih sama. Yaitu karena 13 jenis penyakit, mulai dari infarct myocard, gagal jantung, koma hepatikum, stroke, respiratory failure, hipertensi emergency, meningitis, sepsis, asma, diabetes melitus, gagal ginjal, TBC, kegagalan multi organ dan satu lagi disebabkan kecelakaan.
“Tidak ada korban meninggal pada pelaksanaan pemilu 2019 yang disebabkan kelelahan. Kelelahan tersebut sebagai pemicu penyakit yang diderita petugas pemilu itu menjadi parah dan menyebabkan kematian,” demikian dikutip dari laman resmi Kemenkes.
Di Bogor sendiri, jika ditotal, penyelenggara pemilu yang meninggal mencapai 20 orang. Di Kabupaten Bogor, data hingga 9 Mei 2019 ada 16 penyelenggara pemilu yang gugur. Menyusul satu orang pengawas TPS di Rumpin dikabarkan gugur pada 10 Mei 2019, sehingga jumlahnya mencapai 17 orang. Sementara di Kota Bogor, hingga kemarin tercatat tiga orang dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang sudah gugur. Artinya, jika ditotal ada 20 penyelenggara di Bogor meninggal selama pemilu 2019.
Sebelumnya, Ketua KPU Kota Bogor Samsudin sempat mengungkapkan soal beban berat penyelenggara sebelum pemilihan berlangsung. Seminggu sebelum pencoblosan saja, para petugas sudah disibukkan dengan urusan distribusi dan bongkar muat logistik pemilu.
Distribusi itu juga membutuhkan konsentrasi tinggi dan cukup memakan waktu lantaran harus tepat jumlah dan sasaran di tengah banyaknya logistik. Puncaknya, pada hari H pencoblosan mereka bekerja ekstra menyiapkan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan maraton dengan pemungutan dan penghitungan suara.
“Dengan kondisi istirahat yang kurang baik mungkin menyebabkan kelelahan dan banyak yang tumbang,” pungkas Samsudin. (*/fin/run)