METROPOLITAN - Penetapan tersangka mantan Bendahara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bogor Harry Astama atas dugaan proyek fiktif harus diusut tuntas hingga ke akarakarnya. Sebab, perilaku koruptif cenderung konspiratif sehingga nyaris tidak mungkin dilakukan sendiri.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi mengatakan, dalam kasus tersebut sama halnya seperti karakteristik perilaku korupsi lainnya. Memungkinkan adanya kerja sama antara dua pihak atau bahkan banyak pihak. “Hampir bisa dipastikan tidak akan sendiri yang namanya korupsi itu, walaupun keterlibatan itu hanya pada aspek pembiaran. Seperti halnya karakteristik perilaku korup, di antaranya adalah konspiratif. Pasti akan melibatkan pihak lain dengan perannya masing-masing sesuai modus operandinya,” kata lelaki yang akrab disapa Yus.
Menurutnya, dalam konteks penganggaran, baik penentuan mata anggaran maupun proses pengadaan barang dan jasa, merupakan kewenangan kesekretariatan KPU Kota Bogor. Terkadang, para pimpinan komisioner pun tidak banyak yang memahami pola penganggaran di internal lembaga KPU. “Namun dalam konteks perilaku korup, bukan tidak mungkin berkonspirasi dengan siapa pun. Entah itu penyedia anggaran, komisioner, para aparatur kesekretariatan ataupun pihak ketiga sebagai penyedia barang dan jasa,” ungkapnya.
Untuk itu, Yus menilai kasus tersebut akan menjadi preseden buruk ketika tidak diproses secara cepat dan segera mendapatkan kejelasan hukum. Terlebih itu merupakan kasus yang sudah lama terjadi. Namun, Yus melihat aparatur penegak hukum terkesan lamban dalam memproses kasus dugaan korupsi di lembaga KPU Kota Bogor ini sehingga hingga kini belum ada kejelasan hukum.
“Kami meminta aparat penegak hukum segera memproses seadil-adilnya kasus dugaan korupsi ini sebagai bentuk penegakkan supremasi hukum dalam lembaga negara sesuai undangundang yang berlaku,” tegas Yus. Sebab jika dibiarkan berlarut, kasus tersebut akan menjadi bola liar dan saling tuding. Yus juga meminta KPU Kota Bogor segera membuka kasus dugaan korupsi ini kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas lembaga negara kepada publik. Selain itu, keterbukaan ini sebagai bentuk penguatan kepercayaan publik terhadap KPU Kota Bogor.
“Kami juga mendesak Bawaslu Kota Bogor terbuka kepada publik hasil investigasi atas gugaan korupsi ini karena terjadi pada lembaga penyelenggara pemilu. Jangan sampai mandul fungsi pengawasannya,” pintanya. Yus mengatakan, kasus semacam ini memang sangat rentan terjadi di tubuh penyelenggara pemilu, terlebih pada aspek pengadaan barang dan jasa. Selain menjadi warning, dirinya berharap kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi lembaga penyelenggara pemilu di daerah-daerah lain.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Bogor Rade Satya Nainggolan mengatakan, penetapan tersangka merupakan hasil rangkaian penyidikan yang dilakukan tim penyidik Kejari Kota Bogor berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejari Kota Bogor Nomor 2536/O:12/F.1/O/12/2018 tertanggal 10 Desember 2018. Usai ditetapkan sebagai tersangka, kejari langsung melakukan penahanan. “Hari ini (kemarin, red) Kejari Kota Bogor telah menetapkan tersangka atas perkara dugaan penyimpangan pengadaan barang dan jasa di KPU Kota Bogor saat pilkada Kota Bogor yang anggarannya bersumber dari dana hibah 2017,” kata Rade.
Menurutnya, tersangka merupakan bendahara KPU Kota Bogor. Dalam kasus tersebut, tersangka diduga terlibat dalam proses pencairan dana. Modusnya mengadakan kegiatan di luar Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang sebelumnya telah ditetapkan melalui rapat pleno KPU Kota Bogor. (fin/run)