“Seperti biasa tentu kita akan mencari informasi sebanyak mungkin apakah ada kaitan-kaitan dari barang bukti elektronik dengan apa yang terjadi,” kata Harli.
Berdasarkan informasi dari penyidik, dugaan praktik rasuah ini terjadi sepanjang tahun anggaran 2019 hingga 2023.
Harli menyebutkan adanya indikasi persekongkolan atau permufakatan jahat dari berbagai pihak yang mengarahkan tim teknis agar menyusun kajian untuk mendukung pengadaan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), termasuk Chromebook.
Padahal, menurutnya, sejak 2019 sudah dilakukan uji coba yang menunjukkan bahwa penggunaan Chromebook tidak efektif karena tergantung pada konektivitas internet yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia.
“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama, bahkan ke daerah-daerah, sehingga diduga bahwa ada persekongkolan di situ,” ungkap Harli.
Baca Juga: Kasus Dugaan Perselingkuhan ASN Disdik Bogor, Terduga Pelaku Dipanggil Hari Ini
Penyidik menduga nilai anggaran dalam pengadaan ini mencapai Rp9,9 triliun.
Rinciannya terdiri dari Rp3,582 triliun melalui dana satuan pendidikan dan sekitar Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Setelah status perkara dinaikkan ke tahap penyidikan pada 21 Mei 2025, penyidik juga menggeledah dua lokasi tambahan, yakni Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2.
Di dua tempat tersebut, turut disita barang bukti elektronik yang masih dianalisis keterkaitannya dengan tindak pidana yang diselidiki.
“Tentu akan dibuka, dibaca, dianalisis kaitan-kaitan yang berkaitan dengan peristiwa pidana ini,” pungkas Harli.