METROPOLITAN.ID - Suasana di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, mendadak ramai pada akhir pekan lalu. Ratusan warga dari Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tumpah ruah menggelar aksi demonstrasi menuntut kejelasan penanganan kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Bupati Pati, Haryanto Sudewo.
Aksi massa ini tidak hanya menjadi sorotan karena jumlah pesertanya yang besar, tetapi juga karena caranya yang unik dan simbolik.
Warga Pati datang dengan satu tuntutan tegas, KPK harus segera menonaktifkan Sudewo dari jabatannya sebagai bupati, menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus suap proyek pembangunan jalur ganda kereta api Solo–Kadipiro–Kalioso yang ditangani Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Tak seperti aksi protes biasa, demo kali ini membawa pesan yang disampaikan dengan cara berbeda.
Baca Juga: Profil Risma Ardhi Chandra, Wakil Bupati Pati yang Berpeluang Gantikan Sudewo jika Lengser
Seusai beraudiensi dengan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, perwakilan warga menyematkan sebotol obat herbal masuk angin ke lehernya. Aksi itu sontak menarik perhatian awak media dan publik yang menyaksikan.
“Simbolnya biar KPK enggak masuk angin. Supaya benar-benar murni menindaklanjuti kasus korupsi ini,” ujar Supriyono, koordinator lapangan aksi.
Dalam dialognya dengan perwakilan KPK, warga Pati secara resmi menyuarakan permintaan agar lembaga anti-rasuah segera menerbitkan surat rekomendasi penonaktifan Sudewo.
Mereka menilai, dugaan keterlibatan Sudewo dalam kasus korupsi sudah cukup kuat untuk menjadi dasar tindakan hukum yang lebih serius.
“Kita sudah bersurat, tapi tidak ditanggapi. Makanya sekarang kita datang langsung. Sudewo sudah layak ditetapkan sebagai tersangka,” tegasnya.
Baca Juga: Ribuan Warga Sukolilo Kompak Dukung Sudewo, Minta Tetap Jadi Bupati Pati
Nama Sudewo Terseret dalam Dakwaan Kasus Proyek Jalur Kereta Api
Kasus korupsi yang disoroti warga ini berkaitan dengan proyek pembangunan jalur kereta api ganda Solo–Kadipiro–Kalioso yang bernilai Rp143,5 miliar.
Dalam sejumlah dakwaan terhadap terdakwa lain, nama Sudewo disebut turut menerima bagian dana haram senilai Rp720 juta dari proyek tersebut.