METROPOLITAN.ID - Instruksi penggalangan donasi untuk korban bencana banjir di Bali kini menjadi sorotan publik. Seluruh guru aparatur sipil negara (ASN), non-ASN, hingga staf sekolah tingkat provinsi diminta untuk ikut donasi atau menyumbangkan dana.
Besaran sumbangan pun bervariasi, mulai dari Rp100 ribu untuk staf golongan I hingga Rp1,25 juta untuk jabatan kepala sekolah.
Menariknya, instruksi donasi ini tidak dituangkan dalam bentuk surat keputusan (SK), surat edaran, maupun instruksi tertulis lainnya. Melainkan hanya disampaikan secara lisan dalam rapat internal.
Kepala SMAN 4 Denpasar, I Made Sudana, membenarkan adanya instruksi tersebut. Ia menjelaskan, arahan itu merupakan hasil rapat bersama Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) yang digelar di kantor Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Bali.
Baca Juga: Banjir Besar Bali Surut, Warga Mulai Bangkit dari Dampak Bencana
"Oh, nggih, benar, itu hasil rapat di dinas kemarin. Rapat dihadiri oleh Ketua MKKS," ucap Sudana.
Pernyataan ini sekaligus mempertegas bahwa mekanisme donasi memang dibahas secara kolektif meskipun tidak ada dokumen resmi yang dikeluarkan.
Penjelasan Gubernur Bali
Terkait polemik yang berkembang, Gubernur Bali Wayan Koster memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa donasi tersebut sejatinya bersifat sukarela, bukan kewajiban yang mengikat.
"Itu inisiatif, kegotongroyongan, ada masalah bencana dan bencana ini mungkin akan terjadi karena ini musim hujannya kan bulan November lagi sampai Februari dan itu sukarela," ucap Koster saat ditemui di Pasar Kumbasari, Denpasar.
Ia menambahkan, kontribusi setiap orang tentu berbeda, tergantung pada kemampuan masing-masing. Bahkan dirinya pun turut memberikan donasi dalam jumlah besar.
"Wajar dong, karena ada yang hasilnya banyak, kepala dinas, kayak saya Rp 50 juta kasih, kan ada kerelaan saja. Kalau nggak segitu juga tidak apa-apa. Nggak juga nggak masalah," pungkasnya.