Awalnya keluarga kami damai dan bahagia. Saat itu keluarga kami masih utuh dan hidup dalam keadaan serba berkecukupan. Sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, kami memiliki bapak seorang pegawai dan pebisnis. Namun karena kesuksesan ayah kami, hidup kami jadi berantakan
dunia bisnis yang digelutinya. Tak disangka faktor kesuksesan itu menjadi awal kehancuran keluarga. Saat bapak mulai sukses, ia mulai bertingkah. Bapak mulai main tangan sama ibu, apalagi saat bapak menikah siri dengan perempuan lain. Itu terjadi waktu aku masih SMA.
Namun setelah lulus, kami pindah ke Jakarta. Aku mulai jarang pulang ke kampung halaman. Sejak saat itulah keluargaa aku benar-benar hancur. Orang tua bercerai. Entah kenapa ibuku yang awalnya pamit untuk pergi selama seminggu ke Jakarta, lebih dari setahun tidak pulang. Aku masih bingung dengan keadaan yang aku hadapi saat itu, apalagi setelah mengetahui kedua orang tuanya benar-benar bercerai.
Awalnya sulit banget ketemu bapak, pernah sembunyi ketemu dengan bapak. Dimarahin sama kakak dan mama saat ketahuan ketemu bapak. Menurut kakakku yang telah berbuat jahat pada keluarga itu bapak. Aku sebagai anaknya wajar kan jika pengen ketemu orang tua, terutama sosok bapak. Belum selesai sampai di situ, harta satu-satunya yaitu rumah di kampung yang sedang kosong menjadi rebutan. Belum lagi sikap bapaknya yang berubah 180 derajat padahal dulunya dia sering memanjakan aku.
Gara-gara sikap bapak, aku jatuh sakit. Saat itu aku coba menelepon bapak. Tapi bukanya tanya kabarku dia malah menanyakan rumah. Saat itu keluarga sudah tidak memberiku semangat saat aku lagi down. Sebenarnya yang aku inginkan hanya bahagia lahir batin seperti keluarga-keluarga yang lain. Saat ini aku sudah memiliki pacar satu profesi. Namun saat ini dia belum punya pikiran untuk menikahiku. Tapi keluargaku selalu bertanya kapan aku dilamar dan dinikahi,. Sejujurnya aku masih ingin menikmati masa muda.