berita-hari-ini

Ayah Tabok Anak Kandung Di Laporkan, Si Kakek Cari Keadilan ke MK

Rabu, 31 Mei 2017 | 18:00 WIB

METROPOLITAN - Nuih Herpiandi mencari keadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kakek yang menapak usia 75 tahun itu tidak terima bila anaknya dipolisikan dengan UU KDRT karena menabok cucunya untuk mendisiplinkannya. Kasus bermula saat anak Herpiandi, Fandi Yakin cekcok dengan istrinya. Dalam perselisihan itu, anak Fandi melihat mereka pertengkaran mulut keduanya. Fandi lalu memerintahkan anaknya untuk segera tidur karena sudah larut malam. Namun si anak tidak kunjung mau tidur sehingga menabok anaknya yang berusia 10 tahun di bagian paha dengan alasan disiplin waktu agar keesokan harinya tidak bolos sekolah. Mendapati kasus itu, istri Fandi tidak terima dan melaporkan perkara itu ke kantor polisi. Lantaran takut dibui, Fandi pun menghilang dan meninggalkan istri dan anaknya. Dalam laporan itu, peristiwa dinilai memenuhi unsur Pasal 2 ayat 2 UU Pemberantasan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Pasal 2 ayat 1 menyatakan: Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi suami, isteri, dan anak. Fandi pun dilaporkan melanggar Pasal 5 huruf a Pasal itu berbunyi: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara kekerasan fisik. Bila melanggar Pasal 5 huruf a UU PKDRT maka diancam dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara. Hal itu sesuai Pasal 44 UU PKDRT, yang berbunyi: Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta. Atas kejadian di atas, ayah Fandi tidak terima dan menguji konstitusionalitas UU yang menjerat anaknya itu. Herpiandi menyalahkan UU KDRT sebagai perusak rumah tangga anaknya. Sebab pasal-pasal yang dijeratkan kepada anaknya itu memiliki makna yang bias. Nuih pun meminta penafsiran MK terhadap pasal-pasal tersebut. "Apakah UU KDRT diperuntukan untuk perselisihan antara suami dan istri juga pembantu rumah tangga? dan tidak untuk anak? Sedangkan anak masih ada UU Nomor 23 Tahun 2002 yang telah diperbarui menjadi UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," ujar Herpiandi yang dikutip dari putusan MK sebagaimana dilansir dari website MK. Herpiandi pun menganggap kalau penggunaan UU KDRT untuk mengatasi perselisihan orang dewasa dengan ancaman hukuman 5 tahun masih dapat dimakluminya. Namun ketika UU itu digunakan terhadap orang tua kandung untuk mendidik anaknya, hal ini menjadi bias dalam penegakan hukum. "Pemohon jadi bingung, kan kasihan, orang tua itu bukan penjahat, anak itu bukan tumbal!" tutur Herpiandi. Namun sayang, permohonan Herpiandi dinilai tidak ditulis secara runut. Herpiandi juga tidak bisa menunjukan kerugian konstitusionalitasnya. MK menyatakan Herpiandi tidak bisa menjelaskan subtansi pertentangan UU KDRT dengan UUD 1945. Permohonan pemohon lebih banyak menguraikan peristiwa konkret yang dialami anaknya,. "Tidak terdapat kohersi antara posita permohonan dengan petitum, sehingga membuat permohonan pemohon menjadi tidak jelas atau kabur," ujar majelis MK dalam sidang pada Selasa (30/5) kemarin.

SUMBER : DETIK.COM

Tags

Terkini