METROPOLITAN – Ketua DPP Partai Gerindra Heri Gunawan (HG) menyoroti kata ‘sontoloyo’ yang pernah diungkapan Presiden Joko Widodo saat pembagian 5.000 sertifikat tanah di Lapangan Bola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Anggota komisi XI DPR ini mempunyai versi sendiri dengan kata ‘sontoloyo’ tersebut. Versinya, sontoloyo itu tidak mampu membereskan defisit keseimbangan primer APBN, defisit neraca pembayaran dan defisit neraca perdagangan. “Sontoloyo itu cuma bisanya utang, cabut subsidi, liberalisasi dan privatisasi. Akumulasinya balik lagi, memperburuk defisit pada neraca pembayaran dan neraca perdagangan. Lalu ikut membuat nilai tukar rupiah makin anjlok,” cetus legislator asal Sukabumi ini. Sontoloyo itu, sambung HG, tak bisa mengelola kebijakan negara sebagaimana amanat konstitusi; melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia. “Sontoloyo itu kemudian diikuti dengan beban rakyat yang makin berat,” tegasnya. Menurut HG, politikus sontoloyo yang dilontarkan Presiden Jokowi menyiratkan dua hal. Pertama, pernyataan tersebut sebenarnya mengekspresikan sikap Presiden yang antikritik. “Jika dilihat dari konteksnya, pernyataan tersebut jelas diarahkan Presiden terhadap para pengkritik kebijakan dana kelurahan yang baru saja diputuskannya,” imbuhnya. Seharusnya, presiden menerima kritik tersebut secara konstruktif. Jangan baper karena setiap dana yang keluar dari APBN harus ada dasar hukumnya. Jadi seharusnya, presiden berterima kasih karena telah diingatkan agar tidak ada aturan yang dilanggar,” ungkapnya. Kedua, dijelaskan HG jika menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘sontoloyo’ adalah ungkapan makian. Bahkan mungkin bagi sebagian besar masyarakat, kata Sontoloyo itu jauh dari adab dan adat ketimuran. “Di tengah semangat demokrasi damai yang telah disepakati bersama, semestinya Presiden yang juga sedang menjadi Capres dapat berhati-hati dalam memilih diksi. Hindari diksi yang menuduh bahkan provokatif. Ini kontradiktif dengan ajakan adu gagasan, adu konsep, dan adu program yang selalu digaungkannya,” tandasnya. (hep/els)