Metropolitan - Nasib sial dialami tenaga honorer di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sukabumi, Riki Yusuf. Pria berusia 36 tahun itu dipecat lantaran foto dengan pose dua jarinya yang berbentuk V. Foto pose dua jari Riki itu tersebar hingga ke orang DKP. Dalam foto itu, Riki memang mengangkat dua jari membentuk huruf V yang berarti peace atau salam damai. Namun beberapa orang dalam foto tersebut yang merupakan pedagang ikan berfose dua jari, simbol dari capres dan cawapres di pilpres 2019. Riki mendapat pemberitahuan diberhentikan dari pekerjaannya sebagai honorer di bagian administrasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ciwaru, Kecamatan Ciemas, sejak Kamis (28/3). Pelanggaran yang dilakukan Riki bukan hanya pose dua jari itu saja. DKP pernah mengevaluasi dan mempertimbangkan soal perpanjangan kontrak Riki sebagai tenaga honorer pada Januari 2019. Hal itu terjadi karena pelanggar disiplin dan etika pegawai yang dilakukan Riki. ”Pada awal tahun pernah diberikan peringatan, jadi pelanggarannya bukan dilakukan sekali. Sampai hari ini Riki jadi pengawasan dan evaluasi kami. Jika dia dinyatakan tidak bersalah dimungkinkan dia dipekerjakan kembali. Namun jika terbukti bersalah, ya itu konsekuensi yang harus diterima Riki selaku pegawai ASN,” kata Kepala DKP Kabupaten Sukabumi Abdul Kodir. Sementara itu, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Kabupaten Sukabumi, Herdy Somantri, telah mengonfirmasi kepada DKP berkaitan hal tersebut. Pemkab Sukabumi menyebut bahwa Riki saat ini diberhentikan sementara. ”Kami sedang mendalami hal itu, Riki itu diberhentikan sementara sampai pilpres-pileg. Sehingga surat pemberhentiannya belum disampaikan kepada pihak yang bersangkutan,” kata Herdi. Menurut Herdi, berdasarkan konfirmasi dari Kadis DKP Sukabumi, pelanggaran Riki bukan hanya saat ia berpose dua jari, yang dituding berpihak kepada paslon peserta pilpres 2019. Namun sebelumnya pihak DKP pernah memperingatkan Riki terkait pelanggaran disiplin dan etika pegawai. Pada Januari 2019, Riki pernah dievaluasi dan mendapat pertimbangan terkait perpanjangan kontrak kerjanya. ”Pelanggaran etika (mengacungkan dua jari, red) karena menyerupai simbol. Kedua soal memang dia disanksi karena tugas dan pekerjaan yang mangkir,” ucapnya. ”Pada awal tahun pernah diberikan peringatan, jadi pelanggarannya bukan dilakukan sekali. Sampai hari ini Riki jadi pengawasan dan evaluasi kami. Jika dia dinyatakan tidak bersalah, dimungkinkan dia dipekerjakan kembali. Namun jika terbukti bersalah, ya itu konsekuensi yang harus diterima Riki selaku pegawai ASN,” lanjutnya. Ia menjelaskan, tidak ada larangan bagi ASN menghadiri kampanye. Namun kehadiran ASN tentunya untuk sekadar mengetahui visi dan misi kandidat pasangan calon. ”ASN itu boleh hadir dalam kampanye, hanya sebatas mendengarkan visi dan misi kandidat pasangan calon atas hak pribadinya sebagai pemilih. Namun tidak diperkenankan menggunakan atribut partai politik dan pasangan calon. Kalau dia memakai itu, berarti ada unsur keberpihakan,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Riki mengelak jika pose dalam fotonya disamaartikan dengan lambang simbol dukungan terhadap capres dan cawapres di pilpres 2019. ”Foto yang diposting lambang jarinya beda sama mereka. Saya juga tahu dan mengerti mana kampanye dan mana bukan,” kata Riki. Ia mengaku foto tersebut diambil pada Rabu (27/3) di TPI saat pulang bekerja. Dirinya saat itu diajak bergabung untuk difoto bersama pedagang ikan di TPI oleh saudara Madris alias Doyok. Bahkan Madris menyuruh mem-posting foto ke medsos. Sehari setelah itu, lanjutnya, ia mendapat panggilan untuk menghadap ke kantor DKP Kabupaten Sukabumi di Palabuhanratu. Di kantor itu ia ditanyai sekdis DKP dan diminta menjelaskan persoalan foto tersebut. Namun dinas tidak menerima alasan Riki, meskipun sudah memberikan penjelasan panjang lebar. Pada hari serta tanggal itu, Riki diberhentikan. Namun dipersilakan melamar kembali setelah pilpres. ”Saya tidak pegang surat pemberhentiannya, namun melihat saja,” ujarnya. (det/ sub/rez/run)